Sabtu, 28 April 2012

PENELITIAN TINDAKAN KELAS MATEMATIKA KELAS 5 SD


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan kebutuhan pokok setiap manusia, dan memiliki peranan yang besar dalam mensukseskan pembangunan bangsa. Oleh karena itu, pemerintah beserta unsur-unsur yang berkompoten di dalamnya harus benar-benar memperbaiki perkembangan serta kemajuan pendidikan di Indonesia.  Dalam upaya pengembangan pendidikan tersebut pemerintah mengeluarkan Kurikulum  Nasional 2006 yang mengembangkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Pengembangan kurikulum ini   merupakan salah satu upaya untuk memperbaiki sistem pendidikan nasional dalam konteks untuk mewujudkan masyarakat yang mampu bersaing dan menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman yang masih dan akan terus berlangsung. Implikasinya, sejalan dengan adanya usaha penyempurnaan kurikulum tersebut, paradigma pembelajaran matematika pun perlu diperbaiki supaya lebih bermakna dan sesuai dengan tuntutan kurikulum.
1
Matematika adalah salah satu dasar penguasaan ilmu dan teknologi, baik aspek terapannya maupun aspek penalarannya. Salah satu ciri utama matematika adalah penggunaan simbol-simbol. Untuk menyatakan sesuatu misalnya menyatakan suatu fakta, konsep operasi ataupun prinsip/aturan. Dengan simbol-simbol yang terkandung didalamnya itu sehingga mampulah matematika bertindak sebagai bahan keilmuan. Penguasaan matematika harus lebih mengarah pada pemahaman matematika yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Ada dua hal yang mendukung arah penguasaan matematika untuk anak didik sekarang ini, yaitu: (1) Matematika diperlukan sebagai alat bantu untuk memahami terjadinya peristiwa-peristiwa alam dan sosial, (2) Matematika telah memiliki semua kegiatan manusia, baik untuk keperluan sehari-hari maupun keperluan profesional ( Abdullah,2008).
Jenning dan Dunne (abdullah,2008) mengatakan bahwa, pada umumnya siswa mengalami kesulitan dalam mengaplikasikan matematika ke dalam situasi kehidupan real. Hal lain yang menyebabkan sulitnya matematika bagi siswa adalah karena pembelajaran matematika kurang bermakna. Guru dalam pembelajaran di kelas tidak mengaitkan dengan skema yang telah dimiliki oleh siswa-siswa kurang diberikan kesempatan untuk menemukan kembali dan mengkonstruksikan sendiri ide-ide matematika, sehingga anak cepat lupa dan tidak dapat mengaplikasikan matematika.
Sebagai tenaga pengajar/pendidik yang secara langsung terlibat dalam proses belajar mengajar, maka guru memegang peranan penting dalam menentukan peningkatan kualitas pembelajaran dan prestasi belajar yang akan dicapai siswanya. Salah satu kemampuan yang diharapkan dikuasai oleh pendidik dalam hal ini adalah bagaimana mengajarkan matematika dengan baik agar tujuan pengajaran dapat dicapai semaksimal mungkin. Dalam hal ini penguasaan materi dan cara pemilihan pendekatan atau teknik pembelajaran yang sesuai dengan menentukan tercapainya tujuan pengajaran. Demikian juga halnya dengan proses pembelajaran. Untuk mencapai tujuan pembelajaran, perlu disusun suatu strategi agar tujuan itu tercapai dengan optimal. Tanpa suatu strategi yang cocok, model yang tepat dan jitu, tidak mungkin tujuan dapat tercapai (Abdullah,2008).
Karena pentingnya peranan matematika dan peranan guru, berbagai usaha telah dilakukan kearah peningkatan hasil belajar dalam proses belajar matematika. Salah satunya adalah dengan menggunakan berbagai macam model pembelajaran matematika. Namun sampai saat ini masih banyak keluhan dari berbagai pihak tentang rendahnya kualitas pendidikan pada umumnya dan pendidikan matematika pada khususnya.
Berbagai model pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru pada umumnya untuk membantu siswa agar mampu memahami  dan mengerti apa yang dipelajarinya. Sebagai upaya meningkatkan hasil belajar siswa, salah satu model pembelajaran  yang menjadi alternatif adalah dengan menggunakan atau menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.
Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pengajaran dimana siswa belajar dalam kelompok kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota saling kerjasama dan membantu untuk memahami suatu bahan pembelajaran.
Terdapat beberapa penelitian yang menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD yang hasilnya menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe STAD sangat baik diterapkan di kelas.
Dari hasil yang di dapatkan pada tahun pelajaran 2009/2010 bahwa nilai matematika peserta didik kelas V SD masih dibawa KKM yang telah ditentukan, ini dapat dilihat dari nilai rata-rata kelas tes awal yaitu 59,60. Karena metode dan teknik yang digunakan cenderung mototon kepada murid, dimana guru aktif menyampaikan informasi dan murid pasif menerima. Kesempatan bagi murid untuk melakukan refleksi melalui interaksi antara murid dengan murid, dan murid dengan guru kurang dikembangkan. Dengan pembelajaran tersebut murid tidak mendapat kesempatan untuk mengembangkan ide-ide kreatif dan menemukan berbagai alternatif pemecahan masalah, tetapi mereka menjadi sangat tergantung pada guru, tidak terbiasa melihat alternatif lain yang mungkin dapat dipakai menyelesaikan masalah secara efektif dan efisien.  Diduga salah satu faktor yang menyebabkan kondisi tersebut adalah kurang tepatnya model pembelajaran yang digunakan oleh guru.
Beranjak dari latar belakang diatas, maka penulis mengadakan penelitian untuk melihat sejauh mana hasil belajar siswa melalui model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Dengan menggunakan model pembelajaran ini, diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada pelajaran matematika khususnya pada materi penjumlahan pecahan.
B. Permasalahan
1. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan sebuah masalah sebagai berikut :”Apakah model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan hasil belajar matematika pada materi penjumlahan pecahan siswa kelas V SD Kecamatan Bontomarannu Kabupaten Gowa.”

2. Pemecahan Masalah
Agar sasaran penelitian ini dapat tercapai, maka dalam mengatasi permasalahan yang telah dikemukakan di atas, perlu dilakukan suatu proses tindakan dalam pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada siswa kelas V SD Kecamatan Bontomarannu Kabupaten Gowa.
C. Tujuan penelitian
Berdasarkan permasalahan di atas maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauhmana peningkatan hasil belajar siswa pada materi penjumlahan pecahan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD di kelas V SD Kecamatan Bontomarannu Kabupaten Gowa.
D. Manfaat penelitian
Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.    Bagi siswa : Hasil belajar siswa meningkat khususnya pada materi penjuumlahan pecahan  karena menjadikan matematika sebagai aktivitas sehari-hari dan tidak lagi dianggap sebagai pelajaran yang sulit dan menakutkan.
2.    Bagi guru : Sebagai masukan, strategi dan solusi yang dapat digunakan untuk meningkatkan hasil belajar matematika melalui model pembelajaran kooperatif tipe STAD.
3.  Bagi sekolah : Sebagai bahan pertimbangan agar model pembelajaran ini diterapkan dalam proses belajar mengajar di kelas pada semua bidang studi, mengingat model pembelajaran kooperatif tipe STAD ini sejalan dengan KTSP
E. Defenisi operasional
Hasil belajar matematika adalah suatu hasil yang dicapai oleh siswa setelah mempelajari matematika dalam kurun waktu tertentu, yang diukur dengan menggunakan alat evaluasi tertentu (tes). Pembelajaran kooperatif Tipe STAD (Student Teams Achievement Division) adalah suatu model pembelajaran yang menekankan adanya kerjasama antara siswa. Siswa dibagi kedalam beberapa kelompok secara heterogen.














BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.      Model Pembelajaran
Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pengajaran dimana siswa belajar dalam kelompok kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota saling kerjasama dan membantu untuk memahami suatu bahan pembelajaran.
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan berdasarkan teori belajar kooperatif kontruktivis. Hal ini terlihat pada salah satu teori Vigotsky yaitu penekanan pada hakikat sosiokultural dari pembelajaran Vigotsky yakni bahwa fase mental yang lebih tinggi pada umumnya muncul pada percakapan atau kerjasama antara individu sebelum fungsi mental yang lebih tinggi terserap dalam individu tersebut. Implikasi dari teori vigotsky dikehendakinya susunan kelas berbentuk kooperatif.
Model Pembelajaran kooperatif sangat berbeda dengan model pengajaran langsung. Di samping model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar akademik, model pembelajaran kooperatif juga efektif untuk rnengembangkan keterampilan sosial siswa. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalarn membantu siswa memahami konsep konsep yang sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan penilaian siswa pada belajar akademik, dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar. Dalam banyak kasus, norma budaya anak muda sebenarnya tidak menyukai siswa siswa yang ingin menonjol secara akademis. Robert Slavin dan pakar lain telah berusaha untuk mengubah norma ini rnelalui penggunaan pembelajaran kooperatif.
Di samping mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar, pembelajaran kooperatif dapat memberikan keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas kerja bersama menyelesaikan tugas tugas akademik, siswa kelompok atas akan menjadi tutor bagi siswa kelompok bawah, jadi memperoleh bantuan khusus dari teman sebaya, yang memiliki orientasi dan bahasa yang sama. Dalam proses tutorial ini, siswa kelompok atas akan meningkat kemapuan akademiknya karena memberi pelayanan sebagai tutor rnembutuhkan pemikiran lebih dalam tentang hubungan ide ide yang terdapat di dalam materi tertentu.
Tujuan penting lain dari pembelajaran kooperatif adalah untuk rnengajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi. Keterampilan ini amat penting untuk dimiliki di dalam masyarakat di mana banyak kerja orang dewasa sebagian besar dilakukan dalam organisasi yang saling bergantung sama lain dan di mana masyarakat secara budaya semakin beragam. Sementara itu, banyak anak muda dan orang dewasa masih kurang dalam keterampilan sosial. Situasi ini dibuktikan dengan begitu sering pertikaian kecil antara individu dapat mengakibatkan tindak kekerasan atau betapa sering orang menyatakan ketidakpuasan pada sa at diminta untuk bekeda dalarn situasi kooperatif.
Dalam pembelajaran kooperatif tidak hanya mempelajari materi saja. Namun siswa juga harus mempelajari keterampilan-keterampilan khusus yang disebut keterampilan kooperatif. keterampilan kooperatif ini berfungsi untuk melancarkan hubungan, kerja dan tugas. Peranan hubungan kerja dapat di bangun dengian mengembangkan komunikasi antar anggota kelompok sedangkan peranan tugas dilakukan dengan membagi tugas antar anggota kelompok selama kegiatan.
Menurut Lundgren (Sukarmin, 2002:2), Unsur-unsur dasar yang
perlu ditanamkan pada diri siswa agar cooperative learning lebih efektif
adalah sebagai berikut :
a. Para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka “tenggelam atau
    berenang bersama”
b. Para siswa memiliki tanggung jawab terhadap tiap siswa lain dalam,
disamping tanggung jawab terhadap diri sendiri.
c. Para siswa harus berpandangan bahwa mereka semuanya memiliki
   tujuan yang sama.
d. Para siswa harus membagi tugas dan berbagi tanggung jawab sama
    besarnya diantara anggota kelompok.
e. Para siswa akan diberikan suatu evaluasi atau penghargaan yang akan
    ikut berpengaruh terhadap evaluasi seluruh anggota kelompok.
f. Para siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh
    keterampilan bekerja sama selama belajar.
g. Para siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual
    materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
Sementara itu, menurut Nur (2001: 3) pembelajaran yang menggunakan model cooperative learning pada umumnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif umtuk menuntaskan
    materi belajarnya.
b. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi,
    sedang dan rendah.
c. Bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, bangsa, suku,
   dan jenis kelamin yang berbeda-beda.
d. Penghargaan lebih berorientasi kepada kelompok daripada individu.
3. Model Cooperative Learning
Pembelajaran kooperatif Tipe STAD (Student Teams Achievement Division) adalah suatu model pembelajaran yang menekankan adanya kerjasama antara siswa. Siswa dibagi kedalam beberapa kelompok secara heterogen.
    Berikut ini model pembelajaran yang dapat mewakili model-model
cooperative learning :
a. Student teams achievement division (STAD)
Langkah-langkah:
1) Membentuk kelompok yang anggotanya ± 4 orang.
2) Guru menyajikan materi pelajaran.
3) Guru memberi tugas untuk dikerjakan, anggota kelompok yang mengetahui    jawabannya memberikan penjelasan kepada anggota kelompok.
4) Guru memberikan pertanyaan/kuis dan siswa menjawab pertanyaan/kuis   dengan tidak saling membantu.
5)  Guru memberikan kesimpulan
Keterampilan keterampilan kooperatif tersebut antara lain sebagai berikut  ( Lundgren, 1994)
1.      Keterampilan kooperatif tingkat awal
Meliputi: (a) menggunakan kesepakatan; (b) menghargai kontribusi; (c) mengambil giliran dan berbagi tugas; (d) berada dalam kelompok; (e) berada dalam tugas; (f) mendorong partisipasi; (g) mengundang orang lain untuk berbicara; (h) menyelesaikan tugas pada waktunya; dan (i) menghormati perbedaan individu.
2.      Keterampilan kooperatif tingkat menengah
Meliputi: (a) menunjukkan penghargaan dan simpati; ( b) mengungkapkan ketidaksetujuan dengan cara yang dapat diterima; (c) mendengarkan dengan aktif; (d) bertanya; (e) membuat ringkasan; (f) menafsirkan; (g) mengatur dan mengorganisir; (h) menerima, tanggung jawab; (i) mengurangi ketegangan
3.      Keterampilan kooperatif tingkat mahir
Meliputi: (a) mengelaborasi; (b) memeriksa dengan cermat; (c) menanyakan kebenaran; (d) menetapkan tujuan; (e) berkompromi

4.      Tingkah Laku mengajar ( Sintaks)
Terdapat enam langkah utama atau tahapan di dalam pelajaran yang menggunakan pembeiajaran kooperatif, pelajaran di mulai dengan guru menyampaikan tujuan pelajaran dan memotivasi siswa belajar. Fase ini diikuti oleh penyajian informasi, seringkali dengan bahan bacaan daripada secara verbal. Selanjutnya siswa dikelompokkan ke dalam tim tim belajar. Tahap ini diikuti bimbingan guru pada saat siswa bekerja bersama untuk menyelesaikan tugas bersama mereka. Fase terakhir pembelajaran kooperatif meliputi presentase hasil akhir kerja kelompok, atau evaluasi tentang apa yang telah mereka pelajari dan memberi penghargaan terhadap usaha usaha kelompok maupun individu.
B.     Hasil Belajar
Dalam Kamus Bahasa Indonesia, hasil adalah sesuatu yang di dapat dari jeri payah yang dilakukan, sedangkan belajar adalah berusaha untuk memperoleh ilmu atau menguasai suatu keterampilan.
Menurut Skinner, belajar adalah proses perubahan tingkah laku yang harus terukur. Bila pembelajar (peserta didik) berhasil belajar, maka respon bertambah, tetapi bila tidak belajar maka responpun berkurang, sehingga secara formal hasil belajar harus bisa diamati dan diukur.
Menurut Gagne (1972) belajar memberi kontribusi terhadap adaptasi yang diperlukan untuk mengembangkan proses yang logis, sehingga perkembangan tingkah laku (behavior) adalah hasil dari efek belajar yang kumulatif (Gagne, 1968). Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa belajar itu bukan proses tunggal. Belajar menurut Gagne tidak dapat didefenisikan dengan mudah, karena belajar bersifat kompleks.
Gagne (1972) mendefenisikan belajar adalah mekanisme dimana seseorang menjadi anggota masyarakat yang berfungsi secara kompleks. Kompetensi itu meliputi skill, pengetahuan, attitude (perilaku), dan nilai-nilai yang diperlukan oleh manusia sehingga belajar adalah hasil dalam berbagai macam tingkah laku yang selanjutnya disebut kapasitas (outcome).
Menurut Piaget pengetahuan (knowledge) adalah interaksi yang terus-menerus antara individu dengan lingkungan. Fokus perkembangan kognitif Piaget adalah perkembangan secara alami pembelajar mulai anak-anak sampai dewasa. 
C.     Pembelajaran Matematika
1.      Penjumlahan pecahan yang berpenyebut sama
Kata pecahan berarti bagian dari keseluruhan yang berukuran sama berasal dari bahasa Latin fractio yang berarti memecah menjadi bagianbagian yang lebih kecil.
Sebuah pecahan mempunyai 2 bagian yaitu pembilang dan penyebut yang penulisannya dipisahkan oleh garis lurus dan bukan miring
 =
penjumlahan pecahan berpenyebut sama dapat diperoleh hasilnya dengan menjumlah pembilangnya, sedangkan penyebutnya tetap.

Contoh penjumlahan berpenyebut sama :
1.       +  =  = 1

2.     3   +  4   = 7

2.      Penjumlahan Pecahan Berpenyebut Beda
penjumlahan pecahan berpenyebut beda/tidak sama dapat diperoleh hasilnya dengan menyamakan penyebutnya terlebih dahulu.
Untuk mempelajari materi penjumlahan pecahan berbeda penyebut, ada beberapa syarat yang harus dikuasai siswa, antara lain:
         Penjumlahan pecahan berpenyebut sama
         Pecahan Senilai
         KPK
Kunci untuk menentukan penyebut persekutuan dari penjumlahan beberapa pecahan berbeda penyebut  adalah:
1.      Bila masing-masing penyebut merupakan bilangan prima, misal 2,  dan 5. maka penyebut persekutuannya adalah perkalian dari ke tiga bilangan tersebut, yaitu 2 x 5 = 10
2.      Bila penyebut yang satu merupakan kelipatan dari penyebut yang lain atau penyebut yang satu dapat dibagi oleh penyebut yang lain, misal 2,4 dan 8. Maka penyebut persekutuannya adalah penyebut yang paling besar. Karena 8 dapat dibagi 2 dan 8 dapat dibagi 4.
3.      Bila penyebut dari masing-masing      pecahan yang dijumlah tidak memenuhi kedua persyaratan diatas, maka kita menggunakan pendekatan KPK, baik dengan menggunakan pohon faktor atau       melipatkan bilangan itu sendiri.
Contoh soal penjumlahan pecahan yang berpenyebut beda :

1.        +  =  = =  =  =

2.      2   +  3   = (2 + 3) +  +  ) = 5  = 5 + 1  =
































 
BAB III
METODE PENELITIAN
A.      Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (Classroom Action Researh). Tindakan yang diberikan adalah proses pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD yang dibagi dalam dua siklus dengan empat tahapan, yaitu (a) perencanaan tindakan, (b) pelaksanaan tindakan,       (c) observasi dan evaluasi dan (d) refleksi .
B.       Lokasi dan Subjek Penelitian
Penelitian ini berlokasi di SD kecamatan Bontomarannu Kabupaten Gowa dengan subjek penelitian adalah Siswa kelas V dengan jumlah siswa 25 orang yang   terdiri dari : laki-laki 12  orang dan perempuan  13 orang pada semester ganjil tahun ajaran 2010/2011.
C.      Faktor yang  Diteliti
Hal-hal yang ingin dikumpulkan sebagai data dasar yang selanjutnya dianalisis adalah:
1.    Faktor input : Melihat kehadiran,kerjasama siswa, keaktifan siswa serta kemampuan siswa dalam menjawab soal pada materi penjumlahan pecahan dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD
2.   

Faktor Proses : Melihat bagaimana proses belajar mengajar melalui model pembelajaran tipe STAD baik itu interaksi antara siswa dan guru maupun antara siswa dengan siswa lainnya, mengecek pemahaman mengenai materi yang telah diberikan dan memberikan pertanyaan berupa soal-soal pada akhir pertemuan mengenai materi yang telah diberikan dan dijawab oleh siswa serta adanya umpan balik agar siswa benar-benar mengerti dan memahami apa yang telah dipelajari dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.
3.    Faktor Output : Melihat bagaimana pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran cooperatipe STAD pada pelajaran matematika mampu meningkatkan hasil belajar siswa yang diperoleh dari setiap siklus yang dilakukan.
D.      Rencana Tindakan
Penelitian tindakan ini direncanakan terdiri dari dua siklus. Kedua siklus ini merupakan rangkaian kegiatan yang saling berkaitan, artinya pelaksanaan siklus II merupakan lanjutan dan perbaikan berdasarkan refleksi dari siklus I.
Siklus I dilaksanakan sebanyak 2 kali pertemuan dan Siklus II dilaksanakan sebanyak 2 kali pertemuan. Untuk dapat mengetahui hasil belajar matematika siswa kelas V SD maka sebelumnya diberikan tes awal dan hasilnya dijadikan sebagai skor dasar. Setelah itu barulah dilakukan proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.
Secara rinci kedua siklus tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :


Siklus I
Sesuai dengan kriteria penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research), maka pelaksanaan siklus I ini dibagi 2 tahap yaitu                         (a) perencanaan tindakan atau rancangan tindakan (planning), (b) pelaksanaan tindakan (acting),  (c) observasi dan evaluasi dan (d) refleksi (reflecting).
1.    Tahap perencanaan
Tahap perencanaan yang dilakukan pada siklus I ini adalah sebagai berikut:
a.       Menelaah kurikulum SD kelas V  pada mata pelajaran matematika.
b.      Membuat model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1)        Menyatakan kegiatan atau topik utama pembelajaran yang diberikan, berupa standar kompetensi, kompetensi dasar, kelas/semester dan alokasi waktu.
2)        Menyatakan tujuan umum pembelajaran (indikator pencapaian hasil belajar).
3)        Merinci media untuk mendukung pembelajaran atau topik tersebut. Dalam hal ini media yang akan digunakan adalah media LCD yang isinya mencakup materi yang akan disajikan.
4)         Membuat skenario pembelajaran atau Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
c.       Menyiapkan media /alat bantu yang digunakan dalam pembelajaran.
d.      Menyiapkan pembentukan kelompok-kelompok kecil untuk kerja kelompok, dengan menggunakan model pembelajaran tipe STAD. Pada pembentukan kelompok siswa dibagi menjadi 4 kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 6-7 orang, yang dibagi berdasarkan nomor urut absen.
e.       Membuat pedoman observasi untuk merekam proses pembelajaran dikelas.
f.     Membuat soal-soal yang disusun berdasarkan materi –materi yang telah diajarkan.
2.    Tahap tindakan
Kegiatan yang dilaksanakan pada tahap ini adalah  kegiatan belajar mengajar dan mengimplementasikan soal-soal yang telah dipersiapkan, baik dalam proses belajar mengajar di kelas maupun pada pemberian tugas kurikuler.
Gambaran umum yang dilakukan adalah :
a.       Pada awal setiap pertemuan, hal yang pertama dilakukan adalah memberikan penjelasan singkat tentang materi  yang dipelajari dengan mengkaitkan dengan kehidupan nyata siswa atau kehidupan sehari-hari serta memperlihatkan gambar yang ada di LCD.
b.      Setelah guru menjelaskan, siswa diberikan tugas sesuai dengan bahan yang telah dikembangkan, baik secara individual maupun secara kelompok. Pada pembentukan kelompok siswa dibagi menjadi 4 kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 6-7  orang yang dibagi berdasarkan nomor urut absen.
c.       Tiap pertemuan guru mencatat semua kejadian yang dianggap penting seperti kehadiran siswa, keaktifan dalam  mengerjakan tugas, bertanya, memberikan tanggapan, serta keseriusan dalam kerjasama dengan kelompoknya.
d.      Memberi tes akhir siklus I
e.       Melakukan penilaian terhadap hasil belajar siswa, dengan berbagai cara seperti pengukuran proses bekerja, hasil karya, penampilan, PR, kuis, hasil tes tulis dan demonstrasi.
3.    Tahap observasi dan Evaluasi
Pada tahap penulis melakukan observasi terhadap pelaksanaan tindakan dengan menggunakan lembar observasi yang telah dibuat serta melaksanakan evaluasi. Observasi dilaksanakan pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung. Data hasil observasi yang meliputi kehadiran siswa, kerjasama, keaktifan siswa baik dalam bertanya atau memberi tanggapan, menjawab pertanyaan guru atau teman, mengerjakan tugas, tampil menyelesaikan soal latihan di papan tulis dengan benar, siswa yang melakukan kegiatan diluar proses belajar mengajar, siswa yang memerlukan bimbingan dalam mengerjakan soal,  siswa yang meminta untuk dijelaskan kembali konsep yang telah dibahas dan kerjasama dengan kelompoknya.
Evaluasi selanjutnya dilaksanakan pada akhir siklus I dengan memberikan tes tertulis. Hal ini dimaksudkan untuk mengukur hasil belajar siswa terhadap materi yang telah diperoleh selama siklus I berlangsung.

4.    Tahap Refleksi
Data yang diperoleh dari hasil observasi dan evaluasi dikumpulkan dan dianalisis. Dari analisis tersebut peneliti merekfleksi diri dan melihat kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan apakah berhasil atau tidak. Adapun hal-hal yang sudah baik agar tetap dipertahankan sedangakan yang belum berhasil ditindaklanjuti pada siklus berikutnya.
SIKLUS II
Siklus dilaksanakan sebanyak empat kali pertemuan. Pada dasarnya hal yang dilakukan pada siklus II ini adalah mengulangi tahap-tahap yang dilaksanakan pada siklus I. Disamping itu akan dilaksankan juga sejumlah rencana baru untuk memperbaiki, merancang tindakan baru sesuai dengan pengalaman dari hasil refleksi yang diperoleh pada siklus I.
E.       Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:
1.    Data mengenai tingkat hasil belajar siswa terhadap materi pelajaran setelah diadakan tindakan, dikumpulkan dengan menggunakan tes pada akhir setiap siklus dalam bentuk ulangan harian.
2.    Data mengenai proses belajar mengajar dalam hal kehadiran dan keaktifan siswa untuk tiap pertemuaan diambil dengan menggunakan lembar observasi.
F.       Teknik Analisis Data
Data yang dikumpulkan dianalisis dengan menggunakan analisis kuantitatif dan analisis kualitatif. Untuk analisis secara kuantitatif digunakan statistik deskripsi yaitu skor rata-rata dan persentase. Selain itu ditentukan pula standar deviasi, tabel frekuensi, nilai minimum, dan maksimum yang diperoleh dari setiap siklus.
Adapun  untuk keperluan analisis penguasaan siswa digunakan  standar KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal ) yaitu 60
1.    Tingkat penguasaan < 60 dikategorikan ”tidak tercapai”.
2.    Tingkat penguasaan = 60 dikategorikan ” tercapai”.
3.    Tingkat penguasaan > 60 dikategorikan ”terlampaui”.
Untuk menganalisis data hasil observasi digunakan analisis kualitatif dan kuantitatif. Kriteria penilaian  pada data observasi yaitu kehadiran, menanggapi pertanyaan guru,  pertanyaan teman, mengajukan pertanyaan, kerjasama dengan kelompok, membuat kesimpulan,  dan mengumpulkan tugas.
G.      Indikator Kinerja
Kriteria keberhasilan penelitian tindakan kelas ini adalah apabila terjadi peningkatan hasil belajar siswa kelas V SD Kecamatan Bontomarannu Kabupaten Gowa, terhadap bahan ajar setelah diberikan pembelajaran dengan menggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, baik ditinjau dari hasil tes setiap akhir siklus maupun dari data hasil observasi dalam mengikuti proses pembelajaran





















BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis membahas tentang hasil-hasil penelitian, data-data hasil penelitian yang diperoleh, dianalisis dan dibahas.
Adapun yang dianalisis adalah deskriptif mengenai perubahan hasil belajar siswa setelah dilakukan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada siklus I dan siklus II berdasarkan hasil tes pada tiap akhir siklus. Disamping itu akan dianalisis pula refleksi terhadap pelaksanaan tindakan dalam proses belajar mengajar matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Pada tahap ini pula penulis menganalisis perubahan sikap siswa berdasarkan hasil pengamatan dan observasi maupun refleksi.
A. Analisis kuantitatif
1.             Analisis Deskriptif Hasil Belajar Siswa Pada Tes Awal Siklus
Tes awal yang dilakukan peneliti bertujuan untuk memperoleh gambaran awal tentang hasil belajar siswa dalam proses belajar mengajar. Tes awal ini akan dijadikan acuan untuk melihat sejauh mana keberhasilan metode pengajaran  dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Adapun hasil analisis statistik deskriptif pada skor hasil belajar siswa kelas V SD sebelum dilakukan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel4.1. Statistik Skor Hasil Belajar Siswa Kelas V SD Kecamatan Bontomarannu Sebelum dilakukan Pembelajaran model kooperatif tipe STAD
Statistik
Nilai Statistik
Subyek
25,00
Skor Ideal
100,00
Skor Tertinggi


90,00
Skor Terendah
40,00
Rentang Skor
50,00
Rata-rata Skor
59,60
Median
60
Modus
60

Pada tabel 4.1. menunjukkan bahwa hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika sebelum dilakukan pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD. Rata-rata skor yang dicapai siswa tidak mencapai nilai KKM yaitu 60. Rentang skornya juga  masih tinggi.
Dari data tabel 4.1, jika skor hasil belajar responden dikelompokkan kedalam 3 kategori, maka diperoleh distribusi frekuensi skor yang disajikan sebagai berikut:
Tabel4.2. Distribusi Frekuensi dan Persentase Skor Hasil Belajar Siswa Kelas V SD Kecamatan Bontomarannu Sebelum dilakukan Pembelajaran model kooperatif tipe STAD

Skor
Kategori
Frekuensi
Persentase (%)
< 60
Tidak tercapai
5
20,0
= 60
Tercapai
13
52,0
> 60
Melampaui
7
28,0
Jumlah
25
100,0

Pada tabel 4.2. terlihat bahwa hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika sebelum dilakukan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, menunjukkan bahwa dari 3 kategori yang ada, kategori tidak tercapai  terdapat 16 % , yang frekuensinya melampaui sekitar 48 %. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 4.1.

2.             Analisis Deskriptif Hasil Belajar Siswa Pada Tes Siklus I
Gambar 4.1. Tingkat Hasil Belajar Siswa pada Tes Awal Siklus
Hasil analisis statistik deskriptif pada skor hasil belajar siswa kelas V SD setelah dilakukan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat dilihat pada tabel 4.4.



Tabel4.4. Statistik Skor Hasil Belajar Siswa Kelas V SD Kecamatan Bontomarannu Setelah Dilakukan Pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD terhadap materi penjumlahan pecahan biasa berpenyebut sama dan beda

Statistik
Nilai Statistik
Subyek
25,00
Skor Ideal
100,00
Skor Tertinggi
100,00
Skor Terendah
40,00
Rentang Skor
60,00
Rata-rata Skor
68,00
Median
60
Modus
60

Tabel 4.4. menunjukkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika setelah dilakukan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Tabel tersebut mengindikasikan adanya peningkatan dimana pada awal siklus rata-rata skor 64,00 menjadi 68,00 pada siklus I ini.
Dari data Tabel 4.4, jika skor hasil belajar responden dikelompokkan kedalam 3 kategori, maka diperoleh distribusi frekuensi skor yang disajikan sebagai berikut:





Tabel4.5. Distribusi Frekuensi Dan Persentase Skor Hasil Belajar Siswa Kelas V SD Kecamatan Bontomarannu Setelah Dilakukan Pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif tipe STAD Terhadap Materi penjumlahan pecahan biasa berpenyebut sama dan beda Siklus I

Skor
Kategori
Frekuensi
Persentase (%)
< 60
Tidak tercapai
2
8,0
= 60
tercapai
11
44,0
> 60
melampaui
12
48,0
Jumlah
25
100,0

Dari tabel 4.5. terlihat bahwa hasil belajar siswa bervariasi dan pada umumnya kemampuan hasil belajar siswa sudah meningkat yang pada awal siklus ke siklus I . Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4. 3.
Gambar.3 Tingkat Hasil Belajar Siswa pada Tes Siklus I
3.         Analisis Deskriptif Hasil Belajar Siswa Pada Tes Siklus II
Hasil analisis statistik deskriptif pada skor hasil belajar siswa kelas V SD Kecamatan Bontomarannu setelah dilakukan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD terhadap materi penjumlahan pecahan campuran berpenyebut sama dan beda  pada   siklus II  dapat dilihat pada tabel.7.
Tabel4.7. Statistik Skor Hasil Belajar Siswa Kelas V SD Kecamatan Bontomarannu Setelah Dilakukan Pembelajaran dengan model kooperatif tipe STAD Terhadap Materi penjumlahan pecahan campuran berpenyebut sama dan beda Pada Siklus II
Statistik
Nilai Statistik
Subyek
25,00
Skor Ideal
100,00
Skor Tertinggi
100,00
Skor Terendah
40,00
Rentang Skor
60,00
Rata-rata Skor
79,20
Median
60
Modus
80

Tabel 4.7. menunjukkan bahwa hasil belajar siswa setelah dilakukan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD mengalami peningkatan dibanding pada siklus I yang rata-rata skornya 68,00 menjadi 79,20  pada siklus II.
Berdasarkan data Tabel 4.7, jika skor hasil belajar responden dikelompokkan kedalam 3 kategori, maka diperoleh distribusi frekuensi skor  sebagai berikut:




Tabel4.8. Distribusi Frekuensi Dan Persentase Skor Hasil Belajar Siswa Kelas V SD Kecamatan Bontomarannu Setelah Dilakukan Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD Terhadap Materi penjumlahan pecahan campuran berpenyebut sama dan beda Pada Siklus II

Skor
Kategori
Frekuensi
Persentase (%)
< 60
Tidak tercapai
2
8,0
= 60
tercapai
11
16,0
> 60
melampaui
12
76,0
Jumlah
25
100,0

Dari tabel 4.8. terlihat bahwa hasil belajar siswa bervariasi dan pada umumnya kemampuan hasil belajar siswa lebih meningkat lagi dari siklus I ke siklus II. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.5.
.
Gambar 4.5. Tingkat Hasil Belajar Siswa pada Tes  Siklus II















B. Analisis Kualitatif
1.    Refleksi Terhadap Pelaksanaan Tindakan Dalam Proses Belajar Mengajar Matematika
a.    Refleksi siklus I
        Siklus I terdiri dari 2 (dua) kali pertemuan dengan materi penjumlahan pecahan biasa berpenyebut sama dan beda. Materi disajikan diawali dengan mengaitkan materi yang akan dipelajari dengan keadaan sekitar, kemudian menyampaikan indikator pencapaian hasil belajar agar siswa mengetahui apa yang ingin dicapai pada materi tersebut. Setelah itu penulis menjelaskan materi secara singkat dan mengaitkannya dengan contoh benda yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Dan mengelompokkan siswa dan membagikan LKS untuk setiap kelompok. Kemudian setelah itu diberikan kuis dan dikerjakan secara individu, Kemudian evaluasi .
Pada pertemuan kedua dan berikutnya, Materi disajikan diawali dengan mengaitkan materi yang akan dipelajari dengan materi sebelumnya, kemudian menyampaikan indikator pencapaian hasil belajar agar siswa mengetahui apa yang ingin dicapai pada materi tersebut. Setelah itu penulis menjelaskan materi secara singkat dan mengaitkannya dengan contoh benda yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Dan mengelompokkan siswa dan membagikan LKS untuk setiap kelompok. Kemudian setelah itu diberikan kuis dan dikerjakan secara individu, kemudian evaluasi, menyimpulkan materi, memberikan penguatan  .
Pada siklus I ini apa yang ingin dicapai oleh peneliti telah tercapai, misalnya meningkatnya rata-rata hasil belajar siswa terhadap matematika yang terlihat pada tabel 4.5 dan Gambar 4.3 tapi masih ada hal-hal yang perlu diperbaiki pada siklus berikutnya.
Adapun hal-hal yang perlu diperbaiki pada siklus II antara lain :
1.    Pada siklus I siswa dikelompokkan menurut absen, ternyata nilainya tidak optimal sehingga pada siklus II pengelompokan diubah berdasarkan hasil tes siklus I. Siswa tetap dibagi dalam 4 kelompok dan pada setiap kelompok terdapat siswa yang memiliki kemampuan tinggi dan rendah.
2.    Pada siklus I beberapa siswa belum menguasai cara menyamakan penyebut dengan KPK dan pecahan senilai, sehingga pada siklus II materi itulah yang akan mendapat penekanan.
b.             Refleksi siklus II
        Siklus II terdiri dari 2 (dua) kali pertemuan dengan materi penjumlahan pecahan campuran yang berpenyebut sama dan beda dengan  mengaitkan materi yang akan dipelajari dengan materi sebelumnya. Pada siklus ini penulis menekankan hal-hal yang perlu diperbaiki seperti cara menyamakan penyebut dengan menggunakan KPK dan pecahan senilai, kemudian penulis menyampaikan indikator pencapaian hasil belajar agar siswa mengetahui apa yang ingin dicapai pada materi tersebut.
Pada pertemuan pertama peneliti menjelaskan materi disajikan diawali dengan mengaitkan materi yang akan dipelajari dengan materi sebelumnya, kemudian menyampaikan indikator pencapaian hasil belajar agar siswa mengetahui apa yang ingin dicapai pada materi tersebut. Setelah itu penulis menjelaskan materi secara singkat dan mengaitkannya dengan contoh benda yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Dan mengelompokkan siswa dan membagikan LKS untuk setiap kelompok. Kemudian setelah itu diberikan kuis dan dikerjakan secara individu, kemudian evaluasi, menyimpulkan materi, memberikan penguatan  .
Pada siklus II ini, pada umumnya siswa lebih bersemangat lagi dengan model pembelajaran dengan cara berkelompok sehingga siswa dapat saling berdiskusi dan bertukar pikiran dalam memahami materi dan memecahkan atau menyelesaikan soal matematika.
Pada siklus II ini apa yang ingin dicapai oleh peneliti tercapai. Hal ini dapat dilihat dari meningkatnya rata-rata hasil belajar siswa.
2.    Perubahan Sikap Siswa
Disamping terjadinya peningkatan hasil belajar siswa pada siklus I dan siklus II, tercatat  pula sejumlah perubahan sikap yang terjadi pada siswa. Perubahan tersebut merupakan data kualitatif dan dicatat oleh peneliti dalam lembar observasi tiap siklus. Adapun perubahan-perubahan yang dimaksud adalah sebagai berikut :
1.        Pada siklus I kehadiran siswa sudah bagus begitu juga pada siklu II.
2.        Pada siklus I siswa masih malu-malu dalam bertanya kepada guru tentang masalah yang terkait dengan apa yang disajikan guru sedangkan pada siklus II siswa sudah berani untuk bertanya guru tentang masalah yang terkait dengan apa yang disajikan guru.
3.        Pada siklus I interaksi siswa dengan sumber belajar/media sudah baik sedangkan pada siklus II interaksi siswa dengan sumber belajar/media jauh lebih baik dari siklus I.
4.        Pada siklus I semua siswa aktif melakukan kegiatan fisik dan mental (berpikir), begitu juga pada siklus II.
5.        Pada siklus I ketuntasan belajar siswa meningkat, itu dapat dilihat dari nilai rata-rata siswa pada siklus I 68,00 menjadi 79,00 pada siklus II.
Peneliti menyadari bahwa untuk menumbuhkan minat siswa dalam belajar matematika perlu dirancang model pembelajaran yang sesuai dengan situasi keadaan siswa, yang terpenting juga adalah membelajarkan siswa antusias, keberanian mengungkapkan gagasan, ide dan pemikiran serta meningkatkan hasil belajar matematika. Adanya peningkatan hasil belajar matematika pada siklus II tersebut menunjukkan bahwa banyak kemajuan yang dicapai oleh siswa setelah dilaksanakan pembelajaran model kooperatif tipe STAD.
     Uraian tersebut diatas menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif tipe STAD dapat meningkatkann hasil belajar siswa.










BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A.      KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan di depan , penulis menarik kesimpulan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe STAD mata pelajaran  metematika pada materi penjumlahan pecahan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Kesimpulan ini diambil setelah melihat data sebagai berikut:
1.    Pada awal siklus atau sebelum dilakukan pembelajaran matematika dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, skor rata-rata hasil belajar siswa adalah 64,00. Sementara skor ideal yang mungkin dicapai siswa adalah 100,00.
2.    Pada siklus I atau setelah dilakukan pembelajaran matematika dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, skor rata-rata hasil belajar siswa pada pokok bahasan penjumlahan pecahan biasa yang berpenyebut sama dan beda adalah 68,00 dari skor ideal yang mungkin dicapai 100,00.
3.   

Pada siklus II atau setelah dilakukan pembelajaran matematika dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, skor rata-rata hasil belajar siswa pada pokok bahasan penjumlahan pecahan campuran berpenyebut sama dan beda adalah 79,20 dari skor ideal yang mungkin dicapai 100,00.




B.       SARAN
Adapun saran-saran yang penulis ajukan setelah menerapkan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD sebagai berikut:
1.    Untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika, diharapkan guru mata pelajaran matematika menerapkan metode mengajar yang mudah diterima oleh siswa.
2.    Diharapkan kepada guru mata pelajaran matematika dalam memberikan soal-soal latihan kepada siswa, hendaknya soal-soal tersebut berkaitan dengan kehidupan sehari-hari sehingga siswa merasa bahwa matematika itu memang sangat penting dalam kehidupan mereka.
3.    Kepada pihak sekolah agar memaksimalkan sarana dan prasarana yang ada disekolah. Khusus untuk buku-buku yang berkaitan dengan matematika lebih diperhatikan lagi,  demikian pula pengadaan alat peraga yang sangat membantu siswa dalam memahami pelajaran matematika.









DAFTAR PUSTAKA
Aderusliana.2003. http://blogs.unpad.ac.id/aderusliana Teori Belajar,(online), diakses 21 Juli 2008

Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran. Bandung : Kencana.

Wahyusuryaningsi.2008.http://luar sekolah.blogspot.com,(online), diakses tanggal 20 januari 2011
Saha.2010/2011.www.sahaptk.blogspot.com









53 komentar:

  1. Bagi yang mau copy... tinggalkan komennya.. yaa?

    BalasHapus
  2. bagaimana cara mengkopynya......?

    BalasHapus
  3. Sangat bermanfaat postingannya
    salam sukses maju terus

    BalasHapus
  4. ana copy ya min. sebagai contoh penelitian. makasih.

    BalasHapus
  5. sangat bermanfaat... makasih ya....

    BalasHapus
  6. IJIN COPI YA....
    KAREANA SANGAT BERMANFAAT BUAT SAYA SEBAGAI GURU MATEMATIKA DI SD.

    BalasHapus
  7. izin copy sebagai referensi

    BalasHapus
  8. izin copy sebagai referensi

    BalasHapus
  9. izin copy sebagai referensi

    BalasHapus
  10. ijin copy buat bahan rujukan

    BalasHapus
  11. ijin copy buat bahan rujukan

    BalasHapus
  12. baguss...mohon ijin copi yaa...??

    BalasHapus
  13. silahkan yang membutuhkan ratusan ptk dan pts bisa hubungi 085793794220

    BalasHapus
  14. Silahkan yang membutuhkan contoh PTK / PTS Lengkap dengan berbagai Macam Model Dan Metode Pembelajaran yang bisa digunakan sebagai referensi dalam pembuatan karya ilmiah dan juga sebagai referensi untuk kenaikan pangkat, bapak/ibu guru tidak usah bingung dengan teori teori model dan metode pembelajaran, semua tingkat ada, Insya Alloh sangat bermanfaat. Untuk Pemesanan Bisa hubungi 085797510051

    BalasHapus
  15. Mau dong............................

    BalasHapus
  16. TERIMA KASIH CONTOH PTK NYA SANGAT MEMBANTU SAYA

    BalasHapus
  17. PTK yg bagus, ..........boleh copy

    BalasHapus
  18. izin copy ya, ini sangat bermamfaat

    BalasHapus
  19. Izin copy 🙏 terimakasih semoga yg punya file nih sehat selalu 🤲

    BalasHapus