Senin, 07 November 2011

PENELITIAN TINDAKA KELAS

BAB 1
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
Pembelajaran matematika di SD merupakan salah satu kajian yang selalu menarik untuk dikemukakan karena adanya perbedaan karakteristik khususnya antara hakikat anak dengan hakikat matematika. Untuk itu diperlukan adanya jembatan yang dapat menetralisir perbedaan atau pertentangan tersebut. Anak usia SD sedang mengalami perkembangan dalam tingkat berfikirnya. Hal ini karena tahap berfikir masih berada pada tahapan kongkret. Sedangkan, “matematika merupakan ilmu deduktif, aksiomatik, formal, hirarkis, abstrak, bahasa symbol yang padat arti dan semacamnya sehingga para ahli matematika dapat mengembangkan sebuah system matematika” (Karso, 2000: 1.4)
Mengingat adanya perbedaan karakteristik itu, maka diperlukan adanya kemampuan khusus dari seorang guru untuk menjembatani antara dunia anak yang belum berfikir secara deduktif untuk dapat mengerti dunia matematika yang bersifat deduktif. Para guru dituntut agar memiliki kemampuan professional yang memadai untuk dapat melaksanakan pembelajaran yang lebih bermakna. Menurut Suparman (Sukarja, 2004) menyatakan bahwa mutu pembelajaran tergantung pada tiga unsur, yaitu (1) tingkat partisipasi siswa dan jenis kegiatan pembelajaran; (2) peran guru dalam pembelajaran dengan metode dan teknik-teknik yang bervariasi; dan (3) pengorganisasian kelas.Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasionol pasal 39 ayat 2 menyatakan pendidikan merupakan tenaga professional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran melakukan pembimbingan dan pelatihan. (UURI, 2007: 104)
         
Ada 4 kompetensi utama yang harus dikuasai guru dalam mengembangkan kinerjanya yaitu: kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan professional (Abimanyu, 2008: 5). Guru harus mampu menjalankan ke empat kompetensi tersebut agar pembelajaran dapat terlaksana dengan baik dan lebih bermakna.
Proses belajar mengajar dapat tercapai dengan baik jika seorang guru dapat menerapkan konsep-konsep materi pelajaran (khusus matematika) dengan berbagai strategi agar peserta didik tidak menjadi jenuhdalam menerima dan mengikuti pelajaran salah satunya dengan memilih pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan materi.
Peneliti telah melakukan tanya jawab dengan salah seorang guru kelas IV di SD Inpres  Timbuseng Kec. Pattallassang tentang materi pelajaran. Ada beberapa materi pelajaran yang sukar dipahami oleh murid-murid di SD Inpres Timbuseng. Materi itu adalah KPK dan FPB dua bilangan.
Pembelajaran yang selama ini dilaksanakan hanya dengan metode konvensional yang tidak sesuai dengan karekteristik anak yang dikemukakan oleh Jean Piaget (Karso,2001:1.6) yang menyatakan bahwa teori tingkat perkembangan berfikir anak terbagi dalam 4 tahap: sensori motorik, operasional awal, operasional konkret, dan operasional formal. Metode ceramah, penugasan cenderung lebih abstrak. Padahal kenyataan, murid masih berfikir konkrit. Pembelajaran matematika (KPK dan FPB) seyogianya dibawa kedunia murid. Tetapi malah sebalikya, proses menemukan KPK dan FPB tidak berkesan dalam diri anak oleh karena guru yang aktif dalam kelas.
Pembelajaran matematika terdapat keterkaitan antara pengalaman belajar siswa sebelumnya dengan konsep yang akan diajarkan. Jamaluddin (2009:2) mengemukakan bahwa berdasarkan dimensi keterkaitan antar konsep dalam teori belajar Ausebel, belajar dapat diklasifikasikan dalam dua dimensi. Pertama, berhubungan dengan cara informasi atau konsep pelajaran yang disajikan pada siswa melalui penerimaan atau penemuan. Kedua, menyangkut cara bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada.
Hasil observasi yang telah dilakukan di SD Inpres Timbuseng dengan melihat daftar nilai untuk konsep KPK dan FPB sebelumnya menunjukkan bahwa murid kurang mampu memahami materi tersebut. Nilai yang diperoleh jika dirata-rata pada Semester I Tahun Ajaran 2009/2010 , hanya berkisar 60 sementara kriteria ketuntasan minimal yang diharapkan harus mencapai nilai 65. Hal inilah yang membuat guru di SD Inpres Timbuseng menjadi resah dan sangat mengharapkan adanya metode lain yang dapat dilakukan untuk meningkatkan hasil belajar Matematika agar tidak terjadi yang demikian.
Pembelajaran di SD Inpres Timbuseng Kec. Pattallassang tersebut, guru terkesan kurang atau tidak menggunakan benda-benda konkrit, kurang memperhatikan tahap-tahap penyajian suatu konsep matematika di SD, serta kurang melibatkan siswa dalam pembelajaran KPK dan FPB tetapi hanya dengan menggunakan metode konvensional kerena dimulai dengan dari pemberian informasi/ konsep oleh guru, kemudian guru mendemonstrasikan keterampilan dalam menerapkan suatu algoritma, hingga memberikan contoh-contoh soal tentang suatu konsep. Oleh karena itu, perlu pertimbangan untuk manggunakan metode yang dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuannya, mampu menemukan konsep KPK dan FPB serta dapat bekerja sama dalam kelompoknya.
Salah satu alternatif untuk menjawab permasalahan tersebut dengan memperhatikan berbagai konsep dan teori belajar maka dilakukan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual(countekstual learning teacing). Pembelajaran kontekstual adalah suatu konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi pelajaran dengan situasi dunia nyata murid dan mendorong murid membuat hubungan pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapanya dalam kehidupan sehari-hari (Abimanyu, 2008: III-I). sehingga dengan menghubungkan konsep-konsep matematika menjadi lebih menarik, lebih nyata, dan berguna.
Komponen dalam pendekatan kontekstual dapat membuat konsep matematika dapat lebih konkrit. Kontruktivisme, menemukan,bertanya, masyarakat belajar, pemodelan, penilaian yang sebenarnya, dan refleksi membuat pemahaman akan pelajaran lebih mudah.
Peneliti telah membaca beberapa karya tulis yang berbentuk skripsi tentang penggunaan pendekatan kontekstual. Dari karya-karya tulis tersebut, peneliti mau mencoba menggunakan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran matematika pada materi KPK dan FPB. Oleh karena, dari penelitian-penelitian sebelumnya terbukti bahwa penggunaan pendekatan kontekstual berhasil diterapkan.
Dari fenomena di atas, maka penulis tertarik untuk mengkaji dengan judul “Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Materi KPK dan FPB melalui Pendekatan Kontekstual pada Murid Kelas IV SD Inpres Timbuseng Kec. Pattallassang.”

B. Rumusan  Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka penulis merumuskan masalah sbb:
Bagaimana penerapan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan hasil belajar matematika materi KPK dan FPB murid kelas IV SD Inpres Timbuseng Kec. Pattallassang? ”

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka  yang menjadi tujuan penelitan adalah sebagai berikut: “Untuk meningkatkanhasil belajar matematika materiKPK dan FPB melalui pembelajaran kontekstual”.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian yang akan dilaksanakan ini diharapkan memberikan manfaat yang berarti bagi perorangan / institusi di bawah ini:


1.      Manfaat Teoritis
a Sebagai informasi bagi dewan guru, khususnya guru SD mengenai pembelajaran pendekatan kontekstual. 
b. Sebagai bahan kepustakaan dan pertimbangan bagi peneliti selanjutnya
2.      Manfaat Praktis
a.       Bagi murid: (1) Memudahkan dalam mengolah informasi melalui aktivitas pembelajaran dalam kerangka langkah-langkah pembelajaran sesuai dengan pembelajaran yang diterapkan oleh guru. (2) Meningkatkan minat, perhatian, motivasi siswa dalam interaksi proses belajar mengajar matematika serta dapat menjadikan siswa berfikir mandiri, kreatif, dan inovatif.
b.      Bagi guru
Diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan tentang suatu alternatif pebelajaran untuk meningkatkan hasil belajar siswa.








BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS

A.    Kajian pustaka
1.      Hakekat Matematika
Matematika adalah ilmu deduktif, aksiomatik, formal, hirarkis, abstrak, bahasa symbol yang padat arti dan semacamnya (Karso: 2000, 1.6). hal ini membuat para ahli matematika dapat mengembangkan sebuah system matematika. Dari dunia matematika yang merupakan sebuah system yang deduktif telah mampu mengembangkan model-model yang merupakan contoh dari sistem ini.
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia Bergambar (2008, 524) para penulis menerjemahkan matematika sebagai ilmu tentang bilangan, dan hubungan antar bilangan. Matematika merupakan ilmu yang mengolah bilangan-bilangan dan keterkaitan bilangan-bilangan tersebut.
Matematika mempunyai ciri khas tersendiri jika dibandingkan dengan disiplin ilmu lain. Menurut Ali (1987:1), matematika berkenaan dengan ide-ide, struktur,hubungan-hubunganya yang diatur secara logik sehingga matematika berkaitan dengan konsep-konsep abstrak. Sedangkan menurut Bruner (Gatot Muhtesyo, 2008: 1.6) menyatakan pentingnya tekanan pada kemampuan peserta didik dalam berpikir intuitif dan analitik akan mencerdaskan peserta didik membuat prediksi dan terampil dalam menemukan pola dan keterkaitan.
Belajar matematika adalah suatu usaha atau aktifitas mental untuk memahami arti hubungan antara konsep-konsep dan struktur matematika. Melalui pembelajaran matematika murid diharapkan berkembang mengenai kemampuan membaca (matematika), menggali informasi, menggunakan informasi, menyimpulkan informasi yang lebih mendalam, melakukan eksplorasi eksperiman, berfikir logis, berfikir ketat dan yang terpenting adalah melakukan pemecahan masalah. Pembelajaran matematika harus merupakan proses pemberian pengalaman belajar kepada peserta didik melalui serangkaian kegiatan yang terencana sehingga peserta didik memperoleh kompetensi tentang bahan matematika yang dipelajari.
2.      Pengertian Kelipatan persekutuan terkecil (KPK)
Jika r│p maka p dikatakan kelipatan r himpunan kelipatan positif 7 adalah {7,14,28,35,…}. Himpunan kelipatan 3 adalah {3,6,9,12,15,18,21,···,3k,···}. Selanjutnya himpunan kelipatan persekutuan dari 7 dan 3 didapat dari irisan kedua himpunan tersebut yaitu {21,42,63,84,···}. Di antara persekutuan tersebut terdapat anggota yang terkecil disebut kelipatan persekutuan terkecil. Jadi 21 adalah kelipatan persekutuan terkecil 7 dan 3. Menurut Soewito (1991:141) kelipatan persekutuan terkecil (KPK) adalah bilangan bulat positif m adalah kelipatan persekutuan terkecil (KPK) dua bilangan bulat positif p dan q jika dan hanya jika jika m adalah bilangan bulat positif terkecil yang dapat dibagi oleh p dan q.

Hal ini dapat ditulis:
M= KPK (p,q)
Menurut Supardjo (2004: 10) menyebutkan bahwa kelipatan persekutuan terkecil (KPK) adalah bilangan yang merupakan persekutuan paling kecil dari kelipatan dua bilangan atau bilangan atau lebih.
Contoh:   12 = 2×2×3             12                                    18  = 2×3×3              18
                     =       2      6                                        = 2×32                     29
                                          23                                                                  3     3
KPK dari 12 dan 18 adalah 22 × 32 = 4×9=36.
Jautar M (2003:7) mengemukakan bahwa kelipatan persekutuan terkecil (KPK) adalah perkalian faktor-faktor prima yang bilangan pokoknya berbeda dan mempunyai pangkat terbesar. Kelipatan persekutuan terkecil dapat dicari dengan cara mengalikan faktor-faktor yang berbeda. Jika ada fakor yang sama diambil yang berpangkat terbesar.
Berikut ini adalah ketentuan-ketentuan penarikan KPK dua bilangan menurut Karso (2008: 8.13) yaitu KPK (a,b)
Pertama, nyatakan a dan b sebagai hasil kali dari faktor-faktor primanya. Maka KPK (a,b) adalah hasil kali dari factor prima yang memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Jika Xn merupakan faktor prima yang hanya terdapat pada a saja atau b saja, maka Xn  merupakan calon faktor dari KPK (a,b)
b. Jika Yn merupakan faktor prima dari a dan b maka Yn merupakan calon faktor dari KPK  (a,b)
c. Jika Zn merupakan faktor dari a, dan Zm merupakan faktor dari b dengan m>n maka Zm merupakan calon faktor dari KPK (a,b).
Kafid (2007: 2) merumuskan cara menentukan KPK yaitu sebagai berikut:“(a) Tentukan faktorisasi prima dari masing-masing bilangan.(b) Kalikan semua factor yang ada jika ada factor yang sama pilih yang pangkatnya terbesar”.
Selain itu Kafid (2007: 3) pun mengemukakan cara lain dalam menentukan KPK yaitu dengan:
a.       Membagi dua bilangan dengan bilangan prima yang sama.
b.      Bila sama-sama habis dibagi, bilangan pembaginya dilingkari.
c.       Menulis hasil bagi pada baris berikutnya (bila hasil pembagian bukan bilangan bulat, bilangan yang dibagi ditulis kembali)
d.      Kegiatan itu dilakukan terus menerus hingga didapatkan bilangan untuk semua kolom.
e.       Kpk kedua bilangan adalah perkalian semua bilangan pembagi, baik yang dilingkari maupun tidak.
Berdasarkan  defenisi-defenisi di atas maka dapat diketahui bahwa kelipatan persekutuan terkecil (KPK) dari dua bilangan adalah bilangan bulat positif yang merupakan kelipatan dari dua bilangan yang tidak sama, dimana bilangan itu adalah yang merupakan kelipatan dari dua bilangan yang tidak sama, dimana bilangan itu adalah bilangan yang sama dari kelipatan dua bilangan.
Contoh: KPK dari 8 dan 12
              Kelipatan 8  = 8,16,24,32,…
              Kelipatan 12= 12,24,48,…
Jadi KPK dari 8 dan 12 yaitu 24.
3.      Faktor Persekutuan Terbesar (FPB)
Jika bilangan bulat positif r merupakan pembagi bilangan bulat positif p dan q, maka r disebut pembagi persekutuan p dan q atau faktor persekutuan p dan q. selanjutnya di antara faktor persekutuan dua bilangan bulat terdapat yang terbesar. Misalnya p adalah himpunan pembagi 24 maka p = {1,2,3,4,6.12}. Q adalah himpunan pembagi 56, maka Q = {1,2,4,7,8,14,28}.
Jadi PηQ = {1,2,4,8} adalah himpunan faktor persekutuan 24 dan 56 jelas bahwa 8 adalah anggota terbesar dari PηQ. Jadi 8 merupakan faktor persekutuan terbesar dari 24 dan 56.
Soewito dkk ( 1991: 137) menyatakan bahwa faktor persekutuan terbesar (FPB) dari dua bilangan bulat positif, p dan q adalah bilangan bulat positif terbesar r demikian sehingga r│p dan r│q. dari defenisi yang dikemukakan oleh Soewito dkk, maka FPB dapat dinotasikan sebagi berikut:

r = FPB (p,q)


Darhim dkk. (1990: 152) menyatakan bahwa bila A dan B adalah himpunan factor-faktor dari dua bilangan, maka faktor persekutuan terbesar (FPB) dari dua bilangan tersebut adalah anggota terbesar dari himpunan sekutu dari A dan B yaitu AηB.
Contoh : tentukan FPB dari 6 dan 15

6
6
3
1
5
15
15
5
1
3



Himpunan faktor-faktornya adalah
               6   = {1,2,3,6,}15 = {1,3,5,15}
Jadi faktor persekutuan dari 6 dan 15 adalah {1,3}. Berdasarkan faktor persekutuan dari 6 dan 15 itu diperoleh FPB 6 dan 15 = {3}
Supardja (2004:10) menyatakan bahwa faktor persekutuan terbesar adalah bilangan terbesar yang habis membagi dua bilangan atau lebih.


Contoh :     8 = 2×2×2           8                              12 = 2×2×3                12
                      = 23             2           4                           = 22×3            2            6
                                                  2     2                                                         2      3
FPB dari 8 dan 12 adalah 2×2 = 4
Dalam menentukan FPB ada berbagai cara yang dapat ditempuh yaitu
1.      Menentukan faktorisasi prima dari masing-masing bilangan.
2.      Mengalikan faktor-faktor yang sama (bersekutu) dengan pangkat terkecil
3.      Apabila KPK sudah diketahui maka FPB dari dua bilangan sudah dapat dicari yaitu dengan cara


FPB= bilangan 1 × bilangan 2
KPK

Jadi faktor persekutuan terbesar (FPB) adalah suatu faktor bilangan yang sama dari 2 buah bilangan yang berbeda dan faktor itu merupakan yang terbesar dari 2 bilangan yang dicari faktornya.
Contoh:   tentukan FPB dari 25 dan 30
                Faktor 25 = 1,5,25
                Faktor 30 = 1,2,3,5,6,10,16,30
Jadi faktor terbesar dari 25 dan 30 adalah {5}.
4.      Pendekatan Kontekstual
Salah satu kecenderungan pemikiran yang berkembang dewasa ini berkaitan dengan proses belajar anak adalah bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan secara alamiah. Menurut kecenderungan pemikiran ini, belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami sendiri apa yang dipelajarinya bukan mengetahuianya. Pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi “mengingat” jangka pendek tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang.
Pendekatan kontekstual (Contextual Teacing and Learning / CTL), menurut Nurhadi (dalam Mapposoro: 2008, III-I) merupakan suatu konsep belajar dimana guru menghadirkan situasi dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Proses pembelajaran akan berlangsung lebih alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru. Dengan konsep ini, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa untuk memecahkan persoalan, berfikir kritis, dan melaksanakan observasi serta menarik kesimpulan dalam kehidupan jangka panjangnya. Siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam status apa mereka, dan bagaimana mencapainya.
Depdiknas (2009: 309) merumuskan pengertian Contekstual Learning Teacing sebagai berikut:
“ pembelajaran pendekatan kontekstual merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan membantu siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, social, dan cultural), sehingga siswa memiliki pengetahuan atau keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari suatu permasalahan / konteks ke permasalahan / konteks lainnya”



Sanjaya (2007: 270) mengemukakan beberapa pengertian CTL (pendekatan kontekstual) yaitu sebagai berikut:
“(1) CTL adalah model pembelajaran yang menekankan pada aktivitas siswa secara penuh, baik fisik maupun mental. (2) CTL memandang bahwa belajar bukan menghafal, akan tetapi proses berpengalaman dalam kehidupan nyata. (3) Kelas dalam pembelajaran CTL bukan sebagai tempat untuk memperolah informasi, akan tetapi sebagai tempat untuk menguji dat hasil temuan mereka di lapangan. (4) Materi pelajaran ditemukan oleh siswa sendiri, bukan hasil pemberian dari orang lain.”

Dengan menggunakan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran, maka akan membantu mengatasi masalah-masalah dalam dunia pendidikan. Masalah-masalah dalam dunia pendidikan  tersebut antara lain:
a.       Bagaimana menemukan cara terbaik untuk menyampaikan berbagai konsep mata pelajaran, sehingga siswa dapat menggunakan dan mengingat lebih lama konsep tersebut?
b.      Bagaimana setiap individual mata pelajaran dipahami sebagai bagian yang saling berhubungan dan membentuk satu pemahaman yang utuh?
c.       Bagaimana seorang guru dapat berkomunikasi secara efektif dengan siswanya yang selalu bertanya-tanya tentang alasan dari sesuatu, dan hubungan dari apa yang mereka pelajari?
d.      Bagaimana guru dapat membuka wawasan berfikir yang beragam dari siswa, sehingga mereka dapat mempelajari berbagai konsep dan mampu mengaitkannya dengan kehidupan nyata, sehingga dapat membuka pintu kesempatan dalam kehidupan?
Kesemua permasalahan itu dapat terjawab dengan pendekatan kontekstual apabila tersebut dapat diterapkan dengan baik. Karakteristik pendekatan kontekstual
(Mappasoro, 2008: III-2)yaitu
“a. Kerjasama
  b. Saling menunjang
  c. Menyenangkan (tidak membosankan)
  d. Belajar dengan bergairah
  e. Pembelajaran terintegrasi
  f. Menggunakan berbagai sumber
  g. Siswa aktif dan sharing dengan teman.”

Keefektifan suatu pembelajaran pendekatan kontekstual dapat dilihat dari 7 tujuh komponen yang ada dalam pendekatan kontekstual. Ketujuh komponen itu adalah:
a.       Kontruktivisme (contructivisme)
Membangun pemahaman murid dari pengalaman baru berdasar pada             pengetahuan awal.
b.      Menemukan (inquiry)
Murid harus mampu meramu setiap materi dan terampil dalam setiap             kegiatan.
c.       Bertanya (questioning)
Kegiatan pembelajaran untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berfikir pebelajar.
d.      Masyarakat belajar
Para murid terikat dalam kegiatan belajar. Mereka bekerja sama dengan         orang lain, saling tukar pengalaman, dan berbagi ide.
e.       Pemodelan (modeling)
Proses penampilan suatu contoh agar murid dapat mengikuti model                tersebut.
f.       Penilaian yang sebenarnya (authentic assessment)
Kemajuan belajar yang dinilai baik itu menggunakan penilaian produk           (kinerja) maupun proses.
g.       Refleksi (reflection)
Mengukur pengetahuan dan keterampilan pebelajar. Melihat kembali             hasil yang diperoleh untuk dijadikan bahan acuan untuk langkah              selanjutnya.(Mappasoro,2008:III-3)

Untuk dapat menjalankan (menerapkan) pembelajaran kontekstual dengan baik, seorang guru dapat menggunakan 5 strategi dalam mengajar. Seperti yang dikemukakan oleh Harera (2008:12) bahwa 5 strategi dalam mengajar yaitu:
a.       Relating: belajar yang dikaitkan dengan konteks keadaan sebenarnya.
b.      Experiencing: belajar yang ditekankan pada pangalaman materi, dan penemuan.
c.       Appliying: belajar jika pengetahuan yang diperoleh dipersentasekan dalam bidangnya sendiri
d.      Cooperating: belajar dalam konteks komunikasi dengan sesame anggota kelompok dan menggunakannya secara bersama-sama.
e.       Transferring: belajar melalui pemanfaatan pengetahuan dalam konteks baru.
Suatu kegiatan yang berlangsung pada akhirnya kita ingin mengetahui hasilnya. Dalam kegiatan pembelajaran pun kita juga memerlukan hal tersebut kemudian kita melakukan pengukuran dan penilaian. Hasil belajar merupakan suatu perubahan yang tidak hanya mengarah pada satu tujuan tetapi mengarah ke beberapa aspek yang mendukung perubahan tingkah laku, motivasi, pemahaman, dan kemampuan.
5.      Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Pendekatan Kontekstual
Ada 7 komponen utama pembelajaran yang mendasari penerapan pendekatan kontekstual di kelas. Ketujuh komponen utama itu adalah konstruktivisme, bertanya, menemukan, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, dan penilaian sebenarnya. Dalam kelas dikatakan menggunakan pendekatan kontekstual jika menerapkan ke tujuh komponen tersebut dalam pembelajaran. Untuk melaksanakan pendekatan kontekstual dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja termasuk matematika dan kelas yang bagaimanapun keadaanya.
Dalam pembelajaran kontekstual, program pembelajaran lebih merupakan rencana kegiatan kelas yang dirancang guru, yang berisi skenario tahap demi tahap tentang apa yang akan dilakukan bersama siswa sehubungan dengan topic yang akan dipelajari. Dalam program tercermin tujuan pembelajaran, media untuk mencapai tujuan tersebut, materi pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran yang bersifat kondisional tentang apa yang akan dikerjakan bersama siswa.
Mappasoro (2008: III-4) menyusun rambu utama yang perlu diperhatikan dalam penyusunan rencana pembelajaran kontekstual yaitu sebagai berikut:
“a. Nyatakan kegiatan pertama pembelajaran yaitu sebuah pernyataan
kegiatan siswa yang merupakan gabungan antara: Standar
      Kompetensi,Kompotensi Dasar, Materi Pokok, dan Pencapaian Hasil
Belajar.
  b. Nyatakan tujuan umum pembelajaran
  c. Rincian media untuk mendukung kegiatan
 d. Buat skenario kegiatan siswa tahap demi tahap
    e. Nyatakan authentic assesmentnya.
Trianto (2008: 25) mengemukakan garis besar langkah-langkah penerapan pendekatan kontekstual dalam kelas yaitu sebagai berikut:
“ 1. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya. (2) Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik. (3) Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya. (4) Ciptakan masyarakat belajar. (5) Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran. (6) Lakukan refleksi di akhir pertemuan. (7) Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagi cara.”

6.      Hasil belajar
a.       Pengertian Hasil Belajar
Bukti bahwa seseorang telah belajar ialah terjadinya perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti. “Hasil belajar akan tampak pada perubahan pada setiap aspek (pengetahuan, pengertian, apresiasi, emosional, hubungan sosial, jasmani, budi pekerti, dan sikap).” (dalam Hamalik, 2001: 30). Apabila seseorang telah melakukan perbuatan belajar maka akan terlihat terjadinya perubahan dalam salah satu atau beberapa aspek tingkah laku tersebut.
Jika seorang individu melakukan kegiatan belajar, maka terdapat tujuan hasil yang ingin di capai. Hudoyo (dalam Harera, 2008: 6) mengemukakan bahwa:
“Hasil belajar dan proses belajar kedua-duanya penting. Di dalam belajar ini, terjadi proses berfikir bila orang itu melakukan kegiatan menta, bukan kegiatan motorik walaupun kegiatan motorik ini dapat pula bersama-sama dengan kegiatan mental tersebut. Dalam mental orang itu menyusun hubungan antara bagian-bagian informasi yang telah diperoleh sebagai pengertian. Kerena itu orang menjadi memahami dan menguasai hubungan tersebut sehingga orang itu dapat menampilkan pemahaman dan penguasaan bahan pelajaran yang dipelajari, inilah merupakan hasil belajar.”

Menurut De Cecco dan Crowford (dalam Ali, 1987 : 14) menyatakan bahwa hasil belajar dapat diidentifikasi melalui penampilan. Namun, individu dapat dikatakan telah menjalani proses belajar meskipun pada dirinya hanya ada perubahan dalam kecenderungan prilaku. Hasil belajar dapat diidentifikasi dari adanya kemanpuan melakukan sesuatu secara permanen, dapat diulang-ulang dengan hasil yang sama. Itulah yang membedakan antara perubahan perilaku hasil belajar dengan yang terjadi secara kebetulan.
Slameto (2003: 28) mengemukakan syarat keberhasilan belajar yaitu:“ (1) Belajar memerlukan sarana yang cukup sehingga siswa dapat belajar dengan tenang; (2) Repetisi Dalam proses belajar perlu ulangan berkali-kali agar penelitian/ keterampilan/ sikap itu mendalam pada siswa.”
Jadi secara umum dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan tingkatan penguasaan bahan pelajaran setelah mendapatkan atau memperoleh pengalaman belajar dalam kurun waktu tertantu. Hasil belajar diterima oleh murid apabila memberi kepuasan pada kebutuhannya dan berguna serta bermakna baginya.
b.      Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Slameto (2003:28) mengemukakan syarat keberhasilan belajar yaitu: “(1) Belajarmemerlukan sarana yang cukup sehingga siswa dapat belajar dengan tenang; (2) Repetisi dalam proses belajar perlu ulangan berkali-kali agar penelitian/ keterampilan/ sikap itu mendalam pada siswa.”
Menurut Hamra (2010:19), factor yang mempengaruhi hasil belajar yaitu: adanya kesungguhan dan usaha keras, ada bakat dan kecerdasan, kedisiplinan, serta sangat dipengaruhi oleh cara belajar.
1)      Kesungguhan dan usaha keras
Kesungguhan dan usaha keras sering menjadi kunci kesuksesan walaupun terdapat banyak rintangantetapi dapat dilalui. Kesungguhan dan usaha keras sangat erat kaitannya dengan ketekunan. Ketekunan dan keteguhan hati dalam melaksanakan sesuatu secara kontinyu dan hal ini dapat dikembangkan.
2)      Bakat dan kecerdasan
Factor lain yang dapat meningkatkan hasil belajar adalah bakat dan kecerdasan. Bakat dapat mendorong kemampuan hasil belajar seseorang berkembang.
3)      Kedesiplinan
Factor penunjang keberhasilan belajar adalah kedisiplinan. Kedisiplinan sering dikaitkan dengan ketundukan pada peraturan atau kebiasaan yang telah disepakati untuk dilaksanakan.
4)      Metode dan cara belajar
Keberhasilan belajar juga ditentukan oleh cara atau metode belajar yang digunakan. Setiap siswa memiliki perbedaan dalam banyak aspek, mulai dari perbedaan fisik, pola pikir, dan cara merespon atau mempelajari hal-hal baru. Dalam hal belajar, setiap individu memiliki kelebihan dan kekurangan dalam menyerap penalaran yang diberikan.

B.Kerangka pikir
Agar proses belajar mengajar di kelas efektif dan efisien, diperlukan suatu model pembelajaran yang dapat membangkitkan motivasi murid dalam belajar, dapat membuat pembelajaran lebih bermakna. Pendekatan kontekstual membuat pembelajaran lebih konkrit dan lebih bermakna kerena materi yang dipelajari sesuai dengan dunia nyata. Sehingga mendorong murid melakukan percobaan mengaitkan pengetahuan yang diperoleh dengan penerapan pengetahuan tersebut apabila terjunke masyarakat.
Kelipatan persekutuan terkecil (KPK) dan Faktor persekutuan terbesar (FPB) merupakan salah satu materi pada mata pelajaran matematika yang terbilang abstrak. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan yang dapat membuat konsep KPK dan FPB lebih konkrit dan lebih mudah dipahami. Dengan menggunakan pendekatan kontekstual itu maka konsep abstrak dari KPK dan FPB akan lebih mudah dipahami serta dengan mudah murid-murid dapat menentukan KPK dan FPB dari suatubilangan.
Materi pelajaran
Kelipatan persekutuanterkecil (KPK) dan
Faktor persekutuan terbesar (FPB) rendah
Di samping itu, murid-murid akan lebih mudah mengingat pelajaran sehingga hasil belajar dapat meningkat serta murid-murid dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari baik sekarang maupun nanti. Oleh karena, mereka sendiri yang mencari tahu dan mengumpulkan informasi tentang materi tersebut
Pendekatan kontekstual
Bagan Kerangka Pikir






Hasil belajar matematika materi KPK dan FPB meningkat




C.    Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka pikir di atas, hipotesis penelitian ini yaitu”jika pendekatan kontekstual digunakan pada pembelajaran KPK dan FPB maka hasil belajar murid kelas IV SD Inpres Timbuseng Kec. Pattallassang meningkat.


















BAB III
METODE PENELITIAN

A.    Pendekatan Penilitian dan Jenis Penelitian
1.      Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan kuantitatif dan pendekatan kualitatif. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitaf karena Peneliti ingin melihat proses pembelajaran yang terjadi pada saat penggunaan pendekatan kontekstual serta menggunakan pendekatan kualitatif karena ingin mengetahui hasil belajar setelah menggunakan pendekatan kontekstual, Peneliti ingin mengetahui kemanpuan anak menentukan KPK dan FPB bilangan. Berbicara tentang hasil belajar maka berbicara tentang kualitas pembelajaran.
2.      Jenis Penelitian
Berdasarkan bentuknya penelitian ini tergolong penelitian tindakan kelas (PTK). Kegiatan yang dilakukan merupakan pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa tindakan yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama. Penelitian tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan situasi pembelajaran yang menjadi tanggung jawabnya.

B.     Fokus Penelitian
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengkaji cara meningkatkan hasil belajar matematika materi KPk dan FPB dengan menggunakan pendekatan kontekstual. Di mana, kita ketahui bahwa pendekatan kontekstual adalah model belajar yang menekankan pada aktivitas murid secara penuh,baik fisik maupun mental serta materi diswajikan dengan membawa murid kedunia nyata mereka.

C.    Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di SD Inpres Timbuseng Kec. Pattallassang. Penelitian ini dilaksanakan di SD Inpres Timbuseng karena peneliti sementara melaksanakan tugas di sana (mengajar) sehingga dalam meneliti akan lebih mudah dilaksanakan.

D.    Unit Analisis
Subjek penelitian ini yaitu siswa kelas IV SD Inpres Timbuseng Kec. Pattallassang Kab. Gowa dengan jumlah murid 40 orang yang terdiri dari 29 laki-laki dan 12 murid perempuan. Guru kelas IV SD Inpres Timbuseng.

E.     Prosedur Pelaksanaan Tindakan
Rancangan penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan terdiri atas dua siklus, yakni siklus pertama dan siklus kedua. Siklus pertama terdiri atas dua kali tatap muka dan siklus kedua terdiri atas dua kali tatap muka. Gambaran umum yang dilakukan pada setiap siklus adalah: perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi Kurt Lewin dalam Umar dan Kaco (Hamra, 2010: 23).



Perencanaan (planning)

 Refleksi (reflection)                         Tindakan (action)

Observasi (observation)         
Berdasarkan skema di atas, maka prosedur kerja penelitian tindakan kelas ini adalah sebagai berikut:
1.      Siklus I
a.       Perencanaan
Dalam tahap ini, hal-hal yang dilakukan peneliti adalah:
1)      Menyusun rencana pembelajaran.
2)      Menyusun skenario pembelajaran.
3)      Membuat lembar observasi.
4)      Mendesain alat evaluasi dengan merencanakan analisis hasil tes.
b.      Pelaksanaan Tindakan
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah kegiatan belajar mengajar untuk mengimplemintasikan materi yang telah disiapkan. Adapun rincian pelaksanaan kegiatan tersebut adalah:
1)      Guru menyanpaikan materi dan kompetensi yang ingin dicapai
2)      Murid diminta untuk mengemukakan pengetahuan awal yang dimilikinya mengenai KPK dan FPB
3)      Murid membentuk kelompok kemudian membuat lipatan-lipatan kertas. Setiap kelompok membuat lipatan dengan angka yang berbeda.mencari kelipatan dan faktor dari beberapa angka.
4)      Guru memberi contoh soal dan cara menyelesaikannya.
5)      Guru memberi kesempatan pada siswa bertanya tentang materi pelajaran.
6)      Murid mencari kelipatan dan faktor persekutuan dari angka-angka tadi.
7)      Guru menginstruksikan siswa mengerjakan LKS.
8)      Murid bersama guru menyimpulkan materi.
c.       Observasi
Kegiatan observasi dilakukan secara kontinu setiap kali pembelajaran berlangsung dalam pelaksanaan tindakan dengan mengamati tindakan guru dan aktivitas murid.
d.      Refleksi
Pada tahap fefleksi peneliti bersama guru bertindak sebagai observer mengkaji kekurangan dan tindakan yang telah diberikan. Hal ini dilakukan dengan cara melihat observasi pada siklus I. jika refleksi menunjukkan bahwa tindakan siklus Imemperoleh hasil yang belum optimal yaitu tidak tercapai ketuntasan secara individu (memperoleh nilai 65), maka dilakukan siklus berikutnya.
2.      Siklus II
a.       Perencanaan
Dalam tahap ini, hal-hal yang dilakukan oleh peniliti adalah:
1)      Menyusun rencana pembelajaran yang disesuaikan dengan siklus II.
2)      Menyusun skenario pembelajaran yang disesuaikan dengan siklus II.
3)      Membuat lembar observasi yang disesuaikan dengan siklus II.
4)      Mendesain alat evaluasi dengan merencanakan analisis hasil tes.
b.      Pelaksanaan Tindakan
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah melaksanakan scenario pembelajaran yang telah dirancang yang sesuai dengan siklus II.
1)      Guru menyampaikan materi dan kompetensi yang ingin dicapai
2)      Murid diminta untuk mengemikakan pengetahuan awal yang dimilikinya mengenai KPK dan FPB.
3)      Murid membentuk kelompok kemudian membuat lipatan-lipatan kertas. Setiap kelompok membuat lipatan dengan angka yang berbeda.
4)      Murid menguraikan hasil kerja mereka.
5)      Berawal dari kegiatan tersebut guru mengarahkan pembicaraan pada pokok permasalahan dan menembah materi yang belum diungkap pada murid.
6)      Guru member contoh soal dan cara menyelesaikannya.
7)      Guru member kesempatan pada siswa bertanya tentang materi pelajaran
8)      Guru menginstruksikan siswa mengerjakan LKS.
9)      Murid bersama guru menyimpulkan materi.



c.       Observasi
Kegiatan observasi dilakukan secara kontinu setiap kali pembelajaran berlangsung dalam pelaksanaan tindakan dengan mengamati tindakan guru dan aktivitas murid.
d.      Refleksi
Tahap refleksi ini peneliti bersama guru bertindak sebagai observer telah mengkaji kekurangan dan tindakan yang telah diberikan tindakan perbaikan-perbaikan sesuai dengan siklus I sehingga apa yang diharapkan bias tercapai sesuai dengan yang diinginkan. Jika hasil yang diperoleh pada siklus II ini tidak optimal yaitu tidak tercapai ketuntasan secara individu (memperoleh nilai 65), maka dilakukan siklus berikutnya, yaitu siklus III.

F.     Teknik Pengumpulan Data
Adapun tekhnik pengumpulan data yang digunakan dalam penilitian iniyaitu:
1.      Observasi
Pedoman observasi dalam penelitian dikembangkan menjadi dua jenis yaitu:
a.       Observasi terhadap guru yang difokuskan pada langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan pendekatan pembelajaran kontekstual sebagai pendekatan mengajar dalam meningkatkan kreativitas berfikir siswa.
b.      Observasi terhadap siswa difokuskan terhadap kreativitas berfikir siswa selama proses pembelajaran yang terjadi di kelas dengan menggunakan pendekatan pembelajaran kontekstual.
Observasi dilakukan untuk mengamati kesesuaian antara pelaksanaan tindakan dan perencanaan yang telah disusun untuk mengetahui sejauh mana pelaksanaan tindakan dapat menghasilkan perubahan yang sesuai dengan yang dikehendaki.
2.      Tes
Tes dilakukan untuk mengumpulkan informasi tentang pemahaman siswa terhadap konsep KPK dan FPB. Tes dilakukan pada awal penelitian, pada akhir setiap tindakan dan akhir setelah diberikan serangkaian tindakan. Pembuatan tes dilakukan melalui empat tahap yaitu: (1) menyusun kisi-kisi soal yang berpedoman pada KTSP 2006, (2) membuat butir-butir soal berdasarkan kisi-kisi yang dibuat bersama antara peneliti dan guru, (3) uji coba soal, dan (4) pengembangan dan perbaikan konstruksi soal.
3.      Dokumentasi
Dokumentasi memuat hal-hal penting yang terjadi selama pembelajaran berlangsung, yang digunakan untuk melengkapi data yang tidak terekam dalam observasi. Dokumentasi yang dilakukan menggunakankamera atau foto-foto.

G.    Teknik Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini dilakukan selama dan sesudah pengumpulan data. Analisis data dilakukan dengan membandingkan hasil pengamatan, wawancara, catatan lapangan dengan indikator-indikator pada tahap refleksi dari siklus penelitian. Data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan kualitatif yang dikembangkan oleh Miles dan Huberman (Latri, 2003:25) yaitu terdiri dari tiga tahap kegiatan yang dilakukan secara berurutan yaitu:”mereduksidata, menyajikan data, menarik kesimpulan dan verfikasi data.” Data hasil penelitian selanjutnya dikategorikan berdasarkan kategori penilaian skala lima.
Interval nilai                                                                             kualifikasi
  90-100                                                                                 Sangat tinggi
  75-89                                                                                          Tinggi
  55-74                                                                                          Sedang
  40-54                                                                                          Rendah
    0-39                                                                                    Sangat Rendah
Kriteria Keberhasilan
Sumber: Sudjana 2002 yang diadaptasi oleh penilaian di sekolah









BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

       Pada bab ini dibahas tentang hasil penelitian yang menujukkan peningkatan hasil belajar matematika materi kelipatan persekutuan terkecil dan factor persekutuan terbesar melalui pendekatan kontekstual murid kelas IV SD Inpres Timbuseng Kec. Pattallassang Kab. Gowa. Adapun yang dianalisis adalah skor hasil belajar murid secara deskriptif, data mengenai hasil belajar matematika materi KPK dan FPB dan perubahan sikap murid yang diambil melalui pengamatan dan tanggapan serta refleksi yang diberikan.

A.      Hasil Penelitian
1.      Siklus I
a.       Perencanaan
Perencanaan pembelajaran siklus I dilaksanakan dengan terlebih dahulu menelaah kurikulum yang digunakan. Selanjutnya, menentukan pokok bahasan yang akan diajarkan. Menetapkan pendekatan kontekstual dengan berbagai metode yang sesuai dengan pokok bahasan yang akan diajarkan. Membuat skenario pembelajaran (meliputi alokasi waktu, tekhnik, alat penilaian, dan tugas-tugas). Mempersiapkan lembar observasi untuk mengamati aktivitas murid selama kegiatan belajar mengajar berlangsung.

b.      Pelaksanaan tindakan
Pelaksanaan tindakan ini dilaksanakan selama 3 kali pertemuan dengan melalui  tiga tahap yaitu: kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir.
Kegiatan awal guru yang berlangsung selama 15 menit, yaitu (1) guru menertibkan kelas, (2) memberikan motivasi, (3) melakuakn apersepsi, (4) serta menyampaikan tujuan pembelajaran.penertiban kelas dilakukan agar murid dapat belajar dengan tenang sehingga fokus dalam pelajaran. Pada kegiatan ini diawali dengan bersiap dan diakhiri dengan berdo’a. kegiatan selanjutnya, pemberian motivasi. Motivasi diberikan kepada muridagar dapat mengikuti pembelajaran sampai selesai, murid lebih bersemangat dalam belajar sehingga memperoleh hasil yang diharapkan. Pada kegiatan apersepsi, guru menanyakan kepada murid tingkat pengetahuanya mengenai KPK dan FPB. Adapun tujuan pembelajaran yang disampaikan, yaitu murid diharapkan memahami konsep KPK dan FPB. Pada kegiatan berikutnya yaitu guru menjelaskan skenario dan aturan-aturan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual. Skenario dan aturan yang diterapkan, yaitu murid harus menyimak pengarahan guru, murid diharapkan bekerjasama dalam kelompoknya, menyelesaikan masalah atau soal yang diberikan secara bersama. Masing-masing memberikan jawaban dan menyamakan jawaban mereka, murid diharapkan tidak melakukan perilaku yang tidak relevan dalam KBM (membicarakan hal-hal yang tidak berhubungan dengan materi, keluar masuk kelas, dan bermain-main).
Pada kegiatan inti berlangsung selama 40 menit dan yang dilakukan adalah (1)murid mengemukakan pendapat mereka tentang kelipatan persekutuan terkecil. Berdasarkan apersepsi yang dilakukan pada awal kegiatan serta mengingat pelajaran sebelumnya mengenai materi kelipatan suatu angka maka murid-murid mengemukakan pendapat mereka tentang KPK,, (2) murid dibagi menjadi 10 kelompok kecil. Masing-masing kelompok beranggotakan 4 orang., (3) setiap kelompok diberi tugas mencari kelipatan dari beberapa angka (1 kelompok diberi 2 angka yang berbeda). Pada kegiatan ini, setiap kelompok mencari sebanyak-banyaknya kelipatan dari angka yang diberikan., (4) murid bekerjasama dalam mencari kelipatan angka tersebut., (5) setiap kelompok dapat menggunakan kertas, lidi, kelereng atau benda lain yang dapat mempermudah dalam mengerjakan tugas yang diberikan. Murid yang belum paham cara mencari kelipatan dapat terbantu dengan alat-alat sederhana tersebut., (6) perwakilan dari setiap kelompok melaporkan hasil yang mereka dapatkan. (7) guru mengambil sampel angka dari angka-angka yang telah dicari murid tersebut. Disini guru memberikan penjelasan mengenai KPK. 2 angka yang dicari oleh murid selanjutnya diperlihatkan oleh guru bagaimana cara mendapat persekutuan terkecil dari 2 angka atau lebih baik dengan menggunakan penjabaran kelipatan maupun dengan pohon faktor.akan tetapi, penggunaan pohon faktor belum terlalu ditekankan di kelas IV., (8) masing-masing kelompok mencari KPK dan FPB dari angka-angka yang telah mereka cari kelipatannya dan atau faktornya. Masing-masing murid bekerjasama dalam kelompok untuk menentukan KPK dari angka tersebut., (9) setiap kelompok melaporkan hasilnya., (10) gurubersama murid menyimpulkan materi.
Pada kegiatan akhir selama 15 menit, yang dilakukan guru adalah (1) memberikan pekerjaan rumah. Tugas ini diberikan agar murid mengulang kembali pelajaran yang diberikan disekolah., (2) memberikan motivasi. Kegiatan akhir yang dilakukan yaitu pemberian motivasi agar murid lebih bersemangat untuk belajar dan mengulang kembali pelajarannya.
c.       Observasi
Pengamatan aktivitas murid digunakan pada lembar observasi untuk mencatat kejadian-kejadian yang terjadi selama proses belajar mengajar. Hasil observasi aktivitas belajar matematika materi KPK dan FPB melalui pendekatan kontekstual murid kelas IV SD Inpres Timbuseng Kec. Pattallassang Kab. Gowa dapat dilihat pada lampiran A:
Berdasarkan tabel hasil observasi terlampir, maka dapat disimpulkan bahwa pada siklus I keseriusan murid dalam mengikuti pelajaran masih kurang. Hal ini terlihat pada indikator perilaku yang tidak relevan dalam kegiatan belajar mengajar, masih ada murid yang tidak terlibat dalam indikator tersebut.
Aktivitas murid pada siklus I menunjukkan masih ada murid yangkurang serius dan antusias dalam mengikuti pelajaran. Hal ini terlihat pada indikator murid aktif mengemukakan pendapatnya tentang materi KPK dan FPB masih kurang yang memberikan pendapat. Untuk indikator lainya seperti : murid bekerjasama dalam kelompok, murid menanyakan hal-hal yang belum dimengerti hanya sebagian murid saja yang terlibat di dalamnya. Hal ini disebabkan, konsentrasi murid yang belum terfokus dengan suasana belajar baru yang menuntut murid untuk aktif bekerjasama dikelompoknya serta murid belum mampu mengungkapkan pertanyaannya dengan menggunakan kalimat yang tepat, masih ada murid yang kelihatan bingung dan bersikap pasif. Jadi, aktivitas murid pada siklus I rata-rata masih ada pada kategori sedang bahkan masih ada indikator yang berada pada kategori sangat rendah. Hal inilah yang menjadi bahan refleksi untuk pelaksanaan siklus II.
d.      Hasil Belajar (Evaluasi)
Penelitian yang bertujuan menggambarkan peningkatan hasil belajar matematika materi KPK dan FPB melalui pendekatan kontekstual murid kelas IV SD Inpres Timbuseng Kec. Pattallassang Kab. Gowa dilaksanakan selama 2 siklus. Siklus pertama yaitu pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual dan siklus kedua, yaitu juga menggunakan pendekatan kontekstual. Setiap siklus dilaksanakan selama 3 kali pertemuan. Pada akhir pertemuan diberikan teks dan diberikan ulanganharian untuk pertemuan ketiga.
Tabel 4.1           Statistik nilai peningkatan hasil belajar matematika materi KPK dan                      FPB melalui pendekatan kontekstual murid kelas IV SD Inpres                            Timbuseng Kec. Pattallasang Kab. Gowa pada siklus I
Statistik
Nilai
Subjek
Nilai ideal
Nilai tertinggi
Nilai terendah
Rentang nilai
Nilai rata-rata

40
100
90
45
45
61,75
Sumber: data analisis hasil belajar matematika

       Berdasarkan tabel tersebut, tampak bahwa dari 40 jumlah murid yang dites diperoleh nilai rata-rata peningkatan hasil belajar matematika materi KPK dan FPB melalui pendekatan kontekstual murid kelas IV SD Inpres Timbuseng Kec. Pattallassang Kab. Gowa adalah 61,75. Nilai tertinggi 90 dari skor ideal yang mungkin tercapai yaitui 100. Nilai terendah yaitu 45 dari skor ideal yang mungkin tercapai. Dan standar deviasinya yaitu.
       Apabila nilai hasil belajar murid dikelompokkan ke dalam lima kategori maka diperoleh distribusi frekuensi yang ditunjukkan pada tabel4.2 berikut ini.
       Tabel 4.2    Distribusi frekuensi dan persentase nilai peningkatan hasil belajar              matematika materi KPK dan FPB melalui pendekatan kontekstual                  murid kelas IV SD Inpres Timbuseng Kec. Pattallassang Kab. Gowa                          siklus I
No
Interval nilai
Kategori
Frekuensi
Persentase
1
2
3
4
5
90-100
75-89
55-74
40-54
0-39
Sangat tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat rendah
2
6
21
11
0
5%
15%
52,5%
27.5%
0%

Jumlah
40
100%



Dari tabel4.2 di atas menunjukkan bahwa dari 40 murid kelas IV SD Inpres Timbuseng Kec. Pattallassang Kab. Gowa 2 orang (5%) hasil belajarnya berada pada kategori sangat tinggi, 6 orang (15%) berada pada kategori tinggi, 21 orang (52,5%) berada pada kategori sedang, 11 orang (27,5%) berada pada kategorii rendah. Hasil analisis deskriptif diatas menunjukkan peningkatan hasil belajar matematika materi KPK dan FPB melalui pendekatan kontekstual murid kelas IV SD Inpres Timbusengsiklus I dikategorikan sedang.
       Kemudian untuk melihat distribusi frekuensi persentase serta kategori ketercapaian ketuntasan hasil delajar matematika materi KPK dan FPB melalui pendekatan kontekstual murid kelas IV SD Inpres Timbuseng Kec. Pattallassang Kab. Gowa ditunjukkan pada table 4.3 berikut
Tabel 4.3       Distribusi frekuensi, persentase serta kategori ketercapaianketuntasan hasil belajar matematika materi KPK dan FPB melalui pendekatan kontekstual murid kelas IV  SD Inpres Timbuseng Kec. Pattallassang Kab. Gowa 
Tes belajar siklus I
Interval nilai
Kategori
Frekuensi
persentase
Nilai 65 ke atas
Tuntas
I6
40%
Nilai 65 ke bawah
Tidak tuntas
24
60%

       Berdasarkan table4.3 diatas, terlihat bahwa persentase hasil belajar matematika materi KPK dan FPB melalui pendekatan kontekstual murid kelas IV SD Inpres Timbuseng Kec. Pattallassang Kab. Gowa pada siklus I sebesar 40% atau 16 orang dari 40 murid berada dalam kategori tuntas dan 60% atau 24 orang berada dalam kategori tidak tuntas.hal ini menunjukkan bahwa berdasarkan kriteria ketuntasan hasil belajar secara klasikal, yaitu ≥85% yang mendapat nilai 65. Data hasil penelitian pada siklus I di atas dianggap belum tuntas secara klasikal dimana yang tuntas hanya mencapai 40% dari 40 murid sehingga penelitian ini dianggap masih perlu dilanjutkan ke siklus kedua.
e.       Refleksi
Siklus I dilaksanakan 2 kali pertemuan pemberian materi dan 1 kali pertemuan ulangan harian dengan pembelajaran matematika materi KPK dan FPB melalui penerapan pendekatan kontekstual murid kelas IV SD Inpres Timbuseng Kec. Pattallassang Kab. Gowa sebelum memasuki materi pokok, guru menyampaikan kepada murid tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, menciptakan suasanayang membuat murid dapat termotivasi belajar, membagikan buku penunjang kepada murid. Akan tetapi, guru lupa menyampaikan manfaat mempelajari materi KPK dan FPB.
Pada kegiatan inti, saat guru memberikan tugas kepada setiap kelompok masih ada murid yang tidak aktif bekerja dalam kelompoknya. Adapula kelompok yang kurang mampu menyelesaikan tugas yang diberikan. Akan tetapi, guru tidak memberikan bimbingan dan malah meninggalkan kelas. Pada saat guru menambah penjelasan materi, masih ada kelompok yang sibuk dengan teman-temannya sehingga tidak mendengar penjelasan guru. Hal ini karena perubahan metode yang terlalu cepat. Akibatnya, murid menemukan kesulitan dalam mengerjakan soal. Pada saat murid melaporkan hasil kerjanya guru tidak memberikan penguatan sehingga keantusiasan murud menjadi berkurang. Karena masih kekakuan dalam penerapan pendekatan ini berakibat pada pemanfaatan waktu sehingga guru tidak dapat memberikan LKS diakhir kegiatan.
Pada akhir pertemuan pertama guru memberikan pekerjaan rumah dan memberikan motivasi. Ini bagus karena murid dapat mengulang kembali pelajarannya. Untuk pemberian motivasi guru dapat memberikannya bukan hanya dengan verbal tetapi dengan nonverbal misalnya melakukan permainan yang berkaitan dengan materi pelajaran.
Pertemuan kedua tidak terlalu banyak masalah karena murid sudah punya pengalaman dalam pembelajaran yang berlangsung begitupun guru menjadi lebih lancar hanya saja kemampuan murid menentukan FPB masih kurang hal ini karena konsep pemfaktoran yang sebelumnya dipelajari kurang dipahami. Sedangkan ketercapaian indikator observasi yang lain sudah lebih baik dari pertemuan pertama.
Selama melaksanakan penelitian hal-hal yang ditemukan yaitu:
a)      Kerja sama antar kelompok masih kurang
b)      Masih ada murid yang tidak fokus mendengarkan tambahan materi dari guru
c)      Guru masih kaku dalam menerapkan pendekatan kontekstual
d)     Walaupun sudah ada murid yang mampu mengkonstruksi sendiri pelajarannya tetapi masih ada pula yang kurang mampu karena pemahaman mereka tentang materi sebelumnya yang kurang mantap
2.      Siklus II
a.       Perencaan
Perencanan pembelajaran siklus II sama dengan siklus I yang dilaksanakan dengan terlebih dahulu menelaah hasil siklus I. Selanjutnya, menentuan pokok bahasan yang akan diajarkan. Membuat skenario pembelajarkan (meliputi alokasi waktu, metode tekhnik, alat penilaian dan tugas-tugas). Mempersiapkan lembar observasi untukmengamati ativitas murid selama dan guru selama kegiatan belajar mengajar berlangsung.
b.      Pelaksanaan
Pelaksanaan tindakan ini dilaksanaan selama 3 kali pertemuan (3×35 menit) dengan melalui 3 tahap yaitu kegiatan awal, inti, dan akhir.
Kegiatan awal guru yang berlangsung selama 15 menit, yaitu (1) menertibkan kelas dan melakukan apersepsi serta menyampaikan tujuan pembelajaran. Sebelum murid mengikuti pelajaran, mereka terlebih dahulu harus dalam keadaan siap. Pada kegiatan apersepsi ini, guru memberikan suatu soal ringan yang berkaitan dengan pelajaran. Dimana, soal itu akan dipecahkan nanti setelah proses belajar mengajar berlangsung. Guru memperlihatkan benda-benda yang bisa dibuat apabila serius mengikuti pelajaran dan paham dengan pelajaran tersebut. Pada kegiatan berikutnya, yaitu guru menjelaskan skenario dan aturan-aturan pembelajarkan dengan menggunakan pendekatan kontestual. Senario dan aturan yang diterapkan yaitu murid harus bekerjasama dengan kelompoknya. Mereka harus saling bahu membahu menyelasaikan tugas yang diberikan guru. Murid harus menyimak penjelasan guru dengan baik, mencatat materi. Murid diharapkan tidak melakukan prilaku yang tidak relevan dengan KBM. Murid bersungguh-sungguh mengerjakan LKS yang diberikan.
Pada kegiatan inti ini berlangsung selama 75 menit dan yang dilakukan adalah (1) murid dibagi menjadi 10 kelompok kecil (2) setiap kelompok mencari  kelipatan pada pertemuan I dan faktor suatu bilangan pada pertemuan II (3) murid mencari KPK pada pertemuan I dan FPB pada pertemuan II pada bilangan-bilangan yang diberikan itu. (4) murid melaporkan hasil kerjanya. Masing-masing perwakilan melaporkan hasil kelompok mereka. Setelah itu, (5) murid memperhatikan penjelasan guru. Guru memberikan tambahan penjelasan mengenai KPK dan FPB kaitanya dengan kehidupan sehari-hari. (6) dengan penjelasan guru tadi, maka murid mencari jawaban dari soal pada kegiatan awal. Secara tidak langsung, murid telah paham dan tahu manfaat KPK dan FPB. (7) Guru memberikan penguatan dari hasil yang mereka peroleh. Jadi, kelompok yang berhasil menyelesaikan tugas dengan sempurna. (8) Menyelesaikan LKS yang diberikan.
Kegiatan akhir berlangsung selama 15 menit. Bersama guru, murid menyimpulkan materi serta guru memberikan motivasi pada murid-muridnya.
c.       Observasi
Pengamatan aktivitas siswa digunakan pada lembar observasi untuk mencatat kejadian-kejadian yang terjadi selama proses belajar mengajar. Hasil observasi aktivitas pembelajaran matematika materi KPK dan FPB melalui pendekatan kontekstual murid kelas IV SD Inp Timbuseng Kec. Pattallassang Kab. Gowa terdapat pada lampiran A.
Aktivitas murid pada siklus II sudah terlihat dengan jelas adanya keseriusan dan keantusiasan murid dalam mengikuti pelajaran. Hal ini terlihat pada beberapa indikator mengalami peningkatan frekuensi dimana hampir semua murid ikut terlibat didalamnya. Hal ini disebabkan karena minal belajar matematika materi KPK dan FPB melalui pendekatan kontekstual murid kelas IV SD Inp Timbuseng Kec. Pattallassang Kab. Gowa. Indikator yang perlu ditekankan, yaitu murid yang keluar masuk, bermain-main, dan membicarakan hal yang tidak relevan dengan materi pelajaran berkurang drastis, sebaliknya murid aktif bekerja dalam kelompoknya, hampir semua murid aktif bekerja, dan mereka lebih termotivasi untuk belajar.
d.      Hasil Belajar (evaluasi)
Penelitian yang bertujuan menggambarkan hasil belajar matematika materi KPK dan FPB melalui pendekatan kontekstual murid kelas IV SD Inp Timbuseng Kec. Pattallassang Kab. Gowa dilaksanakan selama 3× pertemuan. 2 pertemuan untuk pembahasan dan 1 pertemuan untuk ulangan harian. Dari analisis deskriptif nilai hasil belajar disajikan pada tabel 4.4 berikut:
Tabel 4.4 Statistik nilai peningkatan hasil belajar matematikamateri KPK dan FPB melalui pendekatan kontekstual murid kelas IV SD Inp Timbuseng Kec. Pattallassang Kab. Gowa


Statistik
Nilai Statistik
Subjek
Nilai Ideal
Nilai Tertinggi
Nilai Terendah
Rentang Nilai
Nilai Rata-rata

40
100
95
55
40
77,75


Sumber : Data analisis hasil belajar matematika

Berdasarkan tabel 4.4 diatas, tampak bahwa dari 40 murid diperoleh nilai rata-rata peningatan hasil matematika materi KPK dan FPB melalui pendekatan kontekstual murid kelas IV SD Inp Timbuseng Kec. Pattallassang Kab. Gowa pada siklus II adalah sebesar 77,75. Nilai tertinggi yang dicapai oleh murid adalah 95 dari skor ideal yang mungkin dicapai yaitu 100.
Apabila nilai hasil belajar murid dikelompokkan ke dalam lima kategori, maka diperoleh distribusi frekuensi yang ditunjukkan pada tabel 4.5 berikut ini:
No
Interval nilai
Kategori
Siklus II
frekuensi
persentase
1
2
3
4
5
90-100
75-89
55-74
40-54
0-39
Sangat Tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat Rendah
9
20
11
0
0
22,5
50
27,5
0
0
Jumlah
30
100
Dari tabel 4.5 diatas menunjukkan bahwa dari 40 murid kelas IV SD Inp Timbuseng 9 orang (22,5 %) yang hasil belajarnya berada pada kategori sangat tinggi, 20 (50 %) orang berada pada kategori tinggi, dan 11 (27,5 %) berada pada kategori sedang. Tidak terdapat murid yang memperoleh skor rendah maupun sangat rendah.
Hasil analisi deskriptif diatas menunjukan peningkatan hasil belajar matematika materi KPK dan FPB melalui pendekatan kontekstual murid kelas IV SD Inp Timbuseng Kec. Pattallassang Kab. Gowa pada siklus II ditunjukkan pada tabel 4.6 berikut:
Tabel 4.6 Distribusi frekuensi, persentase serta kategori ketercapaian ketuntasan hasil belajar matematika materi KPK dan FPB melalui pendeatan kontestual murid kelas IV SD Inp Timbuseng Kec. Pattallassang Kab. Gowa

Tes Belajar
Interval Nilai
Kategori
Frekuensi
Persentase
Siklus II
Nilai 65 ke atas
Tuntas
36
90 %
Nilai dibawah 65
Tidak tuntas
4
10 %
Berdasarkan tabel 4.6 di atas, tampak bahwa dari 40 orang murid kelas IV SD Inp Timbuseng terdapat 4 (10%) orang murid tidak tuntas, sedangkan 36 (90 %) orang murid telah mencapai ketuntasan belajar. Hal ini berarti, penelitian yang yelah dilaksanakan dianggap berhasil dan tidak perlu dilanjutkan ke siklus berikutnya.
e.       Refleksi

1 komentar: